بسم الله الرحمن
الرحيم
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan atas junjungan kita Muhammad SAW;
utusan yang paling mulia diantara para utusan Allah, dan sekaligus sebagai nabi
penutup akhir zaman, juga atas para keluarganya yang bagus, dan para sahabat
beliau yang suci. Amin…
Ammaa Ba’du, telah diriwayatkan dari
siti ‘Aisyah r.a. dari Rasululloah SAW beliau bersabda “Kewajiban anak
terhadap orang tuanya adalah memberikan anaknya nama-nama yang bagus,
memberikan air susu (menyusui) yang bagus kepada anaknya, dan memberikan
didikan budi pekerti yang baik kepada anaknya”.
Refleksi dari kata kata tersebut : saya sendiri kurang mengerti arti nama yang
diberikan kepada saya, saya khusnudhon aja ,pastilah orangtua memberikan nama
anaknya nya itu dengan maksud yang baik, dan tentang yang lain saya kira sudah
mengikuti hadist tersebut.
Diriwayatkan dari Ibnu
Sirin ra., ia berkata: “Para sahabat dan para tabi’in mereka semua mempelajari
petunjuk, sebagaimana mereka mempelajari ilmu pengetahuan”.
Refleksi dari kata kata tersebut :
ya saya sangat setuju karena dengan kita mengetahui prosedur atau petunjuk kita akan tambah ilmu pengetahuan.
Diriwayatkan dari Hasan Al
Bashri ra.Ia berkata: “Bahwasanya ada seorang lelaki keluar dari tempat
tinggalnya untuk mendidik jiwanya dalam beberapa tahun.
Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Uyainah ra.
bahwasanya Rasulullah itu merupakan timbangan yang agung. Pada pribadi beliau
ditampakkan beberapa hal yang pantas dicontoh;budi pekerti, tindak-tanduk dan
petunjuk-petunjuknya.Adapun segala perilaku yang sesuai dengan kepribadian
beliau, maka hal itu dianggap benar, sedangkan yang tidak sesuai dengan prilaku
beliau, maka dianggap salah.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam kehidupan saya sehari-hari menata
akhlak yang baik itu sangat sulit dan saya pun belum mampu untuk menata akhlak
yang baik, tapi saya tetap berusaha walaupun terkadang keluar akhlak tercelanya
tapi saya tetap mencoba melakukan yang terbaik.
Diriwayatkan dari Habib
Al-Syahid, ia berkata kepada putranya: “Bertemanlah engkau dengan orang-orang
yang ahli fiqh (orang yang sangat paham dalam bidang agama: penj), pelajarilah
budi pekerti dari mereka, karena hal itu lebih aku cintai dari pada engkau banyak
mempelajari ilmu hadits”.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam konteks ini saya merasa takut
kalau mendekati ahli fikih sebab rasa tidak pantas itu sering muncul dalam
benak saya, karena ahlak saya masih
sangat kurang.
Ruwaim berkata: “Wahai anakku! Jadikanlah
ilmumu ibarat garam (yang tersebar dilautan) dan jadikanlah budi pekertimu
ibarat (tepung yang berterbangan didaratan)”.
Imam Ibnu Al Mubarak ra. Berkata: “Kami
lebih membutuhkan budi pekerti yang sedikit dari pada yang
banyak”.
Imam Syafi’i suatu ketika pernah ditanya:
“Bagaimana pengakuanmu terhadap budi pekerti?. Beliau menjawab: “Aku
mendengarkan perhuruf darinya, sehingga semua anggota tubuhku menjadi senang, sesungguhnya seluruh anggota
tubuhku mempunyai pendengaran yang bisa menikmatinya. Kemudian beliau ditanya
lagi, bagaimana cara engkau mencari budi pekerti itu?”.Beliau menjawab:”Aku
mencarinya ibarat orang perempuan yang kehilangan anaknya, kemudiania
mencarinya.Sementara ia tidak mempunyai orang lain selain anak itu.
Refleksi dari kata kata tersebut : saya sangat setuju dan saya belum
terlalu bisa meakukan hal tersebut karena sangat beratnya berbudi pekerti yang
baik.
Sebagian ulama
berpendapat bahwa tauhid itu mengharuskan adanya suatu
keimanan. Barangsiapa yang tidak beriman, maka berarti ia tidak bertauhid.Iman
juga mengharuskan adanya syari’at.Barang siapa yang tidak bersyari’at, maka
berarti ia tidak beriman dan juga tidak bertauhid.Syari’at juga mengharuskan
adanya budi pekerti budi pekerti.Barang siapa yang tidak mempunyai budi
pekerti, maka ia tidak bersyari’at, tidak beriman dan tidak bertauhid (kepada
Allah SWT).
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam kehidupan
sehari-hari saya, saya insya allah telah memiliki tauhid walau terkadang iman
saya goyang atau iman saya masih lemah tapi saya tetap tidak berhenti berjuang
untuk memiliki tauhid yang lebih baik.
Apa yang telah disampaikan oleh para Nabi dan para
‘ulama’ semuanya merupakan ketentuan yang sangat jelas,kata–kata yang dikuatkan
dengan nur ilham yang mampu menerangkan tentang betapa
luhurnya kedudukan budi pekerti, juga menjelaskan bahwa semua perbuatan yang
bersifat keagamaan, baik yang bersifat bathiniyah maupun lahiriyah, baik ucapan
maupun perbuatan, hal itu tidak akan dianggap sebagai amal, kecuali apabila
perbuatan tersebut dibarengi dengan budi pekerti yang baik,sifat-sifat yang
terpuji dan akhlaq yang mulia.Karena menghiasi amal perbuatan dengan budi
pekerti yang baik diwaktu sekarang itu merupakan tanda diterimannya amaldi saat
nanti.Di samping itu juga,budi pekerti yang baik sebagaimana dibutuhkan oleh
pelajar (santri) ketika iabelajar, seorang guru juga membutuhkannya ketika
sedang dalam proses belajar mengajar.
Ketika derajat akhlaq
sudah mencapai pada tingkatan ini, sementara ketentuan kreteria akhlaq secara
detail belumlah jelas, maka apa yang aku lihat, yaknikebutuhan para pelajar
akan budi pekerti dan susahnya mengulang-ulang untuk mengingatkan kesalahan
akhlaq mereka, telah mendorong aku untuk mengumpulkan risalah ini sebagai
pengingat pribadiku sendiri khususnya dan umumnya orang-orang yang memiliki
wawasan dangkal. Kemudian aku beri nama risalah ini dengan nama
“Adab al Alim Wa al Muta’allim”, semoga dengan risalah ini, Allah memberikan
manfaat dalam kehidupan ini dan setelah mati nanti. Sesungguhnya Allah adalah
Dzat yang menguasai segala kebaikan.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam kehidupan sehari hari budi pekerti
emang sangat berguna karena sepinter-pinter orang kalau tidak memiliki budi pekerti yang baik
maka kepinteran itu akan sia sia dalam konteks ini saya belum bisa memiliki
budi pekerti yang baik tapi saya tetap berusaha atau ihityar untuk bisa
melakukan apa yang telah di tulis mbah mushonef yang sangat berarti.
BAB 1
Kutamaan Ilmu Dan Ulama SertaKeutamaan Proses
Belajar Dan Mengajar
Allah berfirman:
يرفع الله الذين
أمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات
“ Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantara engkau dan orang –orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “ (Q.S. Al-Mujadalah : 10).
Artinya Allah akan mengangkat derajat para
‘ulama (orang yang ahli dalam bidang keilmuan), sebab mereka sanggup
memadukanantara ilmu pengetahuan dan pengamalannya
Ibnu Abbas telah berkata ra.: “Derajat ulama’
itu jauh diatas orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan
jarak antara dua derajat kira-kira perjalanan lima ratus tahun”.
Allah berfirman:
شهد الله أنه لا
إله إلا هو و الملائكة وأولو العلم …الاية
Ayat diatas menjelaskan
bahwa Allah memulai firmannya dengan menyebutDzatnya sendiri, kedua kalinya
menyebut malaikat dan ketiga kalinya menyebutorang-orang yang memiliki ilmu
pengetahuan.
Cukuplah bagimu berpegang
teguh pada ketiga hal ini untuk memperoleh untuk memperoleh kemulyaan,
keutamaan dan keagungan.
Allah berfirman:
إنما يخشى الله
من عباده العلماء
“ sesungguhnya
dari hamba-hamba Allah yang takut kepada Allah adalah para ‘ulama”.(Q. S.
Al-Fathir : 28)an Allah juga berfirman:
- إن
الذبن أمنوا وعملوا الصالحات أولئك هم خير البرية
-
جزاؤهم عند ربهم جنات عدن تجري من تحتهاالانهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم
ورضوا عنه ذالك لمن خشي ربه
7.“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah
sebaik-baiknya makhluq“.
8.“Balasan
mereka disisi Tuhan mereka adalah surga and yang mengalir dibawahnya
sungai-sungai. Mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhanya” ( Q.S. Al Bayyinah:7-8 ).
Dua ayat diatas menetapkan bahwa para ulama’
adalah orang-orang merasa takut kepada Allah.Orang yang merasa takut kepada
Allah adalah termasuk sebaik-baik makhluq. Dengan demikian dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluq.
Rasulullah bersabda:
من يرد الله به
خيرا يفقهه في الدين
“Barang siapa
yang dikehendaki baik oleh Allah , maka allahakan memberikan kefahaman terhadap
ilmu fiqh” .
Rasulullah juga bersabda:
ألعلماء ورثة
الأنبياء , وحسبك بهذه الدرجات مجدا وفخرا وبهذه الرتبة شرفا وذكرا, وإذا كان لا
رتبة فوق النبوة فلا شرف فوق شرف الوراثة لتلك الرتبة
”‘Ulama’ adalah pewaris para
Nabi, cukuplah bagimu dengan derajat ini untuk memperoleh sebuah keagunaan dan
kebanggaan diri.Dan (cukuplah bagimu) dengan tingkatan ini untuk memperoleh
kemuliaan dan panggilan yang agung. Ketika sudah tidak ada lagi tingkatan di
atas tingkat kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan yang melebihi kemuliaan
warisantingkatan tersebu”t.
Ujung dari sebuah ilmu
adalah pengamalan, karena pengamalanitu adalah buah dari ilmu itu sendiri,
fungsi dari pada umur dan bekal untuk akherat nanti.
Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan
bahagia.Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka ia termasuk golongan
orang–orang yang merugi.
Suatu ketika di samping
Rasulullah disebutkan ada dua orang laki-laki, yang pertama adalah orang yang
ahli ibadah dan yang kedua adalah orang yang ahli ilmu. Kemudian
Rasulullah berkata: “Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan orang
yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku melebihi kalian semua”.
Rasulullah SAW bersabda :
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة,و طالب العلم يستغفر له
كل شيء حتى الحوت في البحر
“Mencari ilmu
adalah kewajiban bagi setiap orang Islam laki-laki danperempuan.Orang yang
mencari ilmu itu akan dimintakan ampun oleh setiap sesuatu yang ada dimuka bumi
ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan”.
Rasulullah SAW bersabda:
من غدا لطلب العلم صلت عليه الملائكة وبورك له في معيشته
“Barang siapa berangkat pergi di pagi hari
dengan tujuan mencari ilmu, maka para malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi
kehidupannya“.
Rasulullah SAW bersabda:
من غدا إلى
المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه كان له كاجر حج تام
“Barang siapa yang berangkat pergi di
pagi hari untuk kemasjid, sementara dia tidak menghendaki sesuatu kecuali untuk
mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan, maka berhak memperoleh
pahala seperti pahalanya orang yang melakukan ibadah haji secara sempurna”.
Rasulullah SAW bersabda:
ألعالم وا لمتعلم كهذه من هذه وجمع بين المسبحة والتي تليها شريكان في
الاجر ولا خير في سائر الناس بعد
“Orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan
orang yang mempelajarinya seperti ini dari ini.Nabi mengumpulkan antara dua
jari telunjuk, jari yang berdampingan merupakan dua jari yang saling bersekutu
dalam hal kebaikan, dan tidak ada satupun kebaikan di kalangan seluruh manusia setelah
proses belajar dan mengajar.
Rasulullah S.A.W bersabda :
أغدعالما أومتعلما أو مستمعا أو محبا لذلك ولا تكن الخامس فتهلك
“Jadilah
engkaupengajar atau pelajar atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu
pengetahuan.Dan janganlah engkaujadi orang kelima, karena hal itulah engkau
akan binasa.
Rasulullah SAW bersabda :
تعلمواالعلم وعلموه الناس
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan
amalkanlah ilmu itu kepada manusia lainnya”.
Rasulullah SAW bersabda:
إذا رأيتم رياض
الجنة فارتعوا فقيل يا رسول الله وما رياض الجنة, حلق الذكر
“Apabila kalian semua melihat taman-taman surga, maka
tempatilah!.Kemudian dikatakan, “WahaiRasulullah? apa yang dimaksud dengan
taman surga itu?”.Beliau menjawab: “Taman surga itu adalah taman yang
digunakan untuk diskusi atau pertukaran ilmu”.
Imam Atha’ berkata: “Yang dimaksud taman surga
itu adalah majlis-majlis yang digunakan untuk membahas masalah halal dan haram; bagaimana cara engkau
melakukan jual beli, bagaimana cara engkau melakukan shalat, bagaimana cara
engkau mengeluarkan zakat, bagaimana cara engkau melakukan ibadah haji yang
sempurna, bagaimana cara engkau melakukan pernikahan, bagaimana cara engkau
mencerai isteri dan lain sebagainya”.
Rasulullah SAW bersabda:
تعلموا
العلم واعلمول به
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah
ilmu itu”.
Rasulullah SAW bersabda:
تعلموا
العلم وكونوا من أهله
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan jadilah
kalian sebagai ahlinya “.
Rasulullah SAW bersabda:
يوزن يوم القيامة مداد العلماء ودم الشهداء
“Pada hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta
(karya-karya) para ulama’ dan darah orang yang mati syahid”
Rasulullah SAW bersabda:
ما عبد الله بشيء أفضل من فقه في الدين , ولفقيه واحد أشد على الشيطان من
ألف عابد
“Allah tidak akan disembah dengan sesuatu
yang lebih utama dari pada faham dalam ilmu fiqih (agama), karena sesungguhnya
satu orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh itu lebih berat bagi setan dari
pada seribu orang yang ahli ibadah (tanpa ilmu fiqh)“.
Rasulullah SAW bersabda:
يشفع يوم القيامة ثلاثة الأنبياء ثم العلماء ثم لشهداء
“Ada tiga orang yang berhak memberikan
syafa’at kepada orang lain nanti pada hari kiamat, yaitu: para nabi, para ulama
dan para syuhada”.
Dan diriwayatkan, bahwa para ulama’ nanti pada
hari kiamat berdiri diatas mimbar yang terbuat dari cahaya (nur)”.
Imam Al Qadli Husain mencuplik (sebuah hadits)
dalam permulaan catatan kakinya, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda:
“Barang siapa yang mencintai ilmu dan para ulama’, maka semua kesalahanya tidak
akan ditulis selama hidupnya”.
Ia juga mengatakan, telah diriwayatkan bahwa
Nabi SAW bersabda:
من صلى خلف عالم فكأنما صلى خلف نبي, فمن صلى خلف نبي فقد غفر له
“Barang siapa yang melakukan shalat dibelakang
orang alim, maka seakan-akan ia melakukan shalat dibelakang Nabi.Dan barang
siapa yang melakukan shalat dibelakang Nabi, maka dosa-dosanya diampuni oleh
Allah”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi
Dzar ra, disebutkan bahwa menghadiri tempat-tempat yang digunakan untuk diskusi
ilmiah itu lebih utama dari pada melakukan shalat seribu rakaat (tanpa ilmu),
menyaksikan seribu jenazah dan menjenguk seribu orang sakit.
Umar Ibn Al Khattab ra. telah berkata: “Bahwa
seorang laki-laki tentunya akan keluar dari rumahnya,sementara dia mempunyai
banyak dosa yang menyamai besarnya gunung Tihamah.Ketika ia mendengar orang
alim, maka ia merasa takut dan ia kemudian bertaubat dari
perbuatan dosanya, kemudian ia kembali kerumahnya dalam keadaan besih dari
dosa, oleh karena itu janganlah kalian berpisah dari tempat–tempat para ulama’,
karena sesungguhnya Allah menciptakan sejengkal tanahpun di muka bumi ini yang
lebih mulia dibandingkan dengan tempat yang digunakan diskusi para alim ulama.
Imam Al
Syarmasahy Al Maliki mencuplik sebuah hadits dalam pengantar kitabnya “Nazdm
Al Dlurar”:”Diriwayatkan dari nabi SAW, beliau bersabda: “Barang siapa yang
mengagungkan orang alim, maka sesungguhnya ia telah mengagungkan Allah SWT, dan
barang siapa yang telah meremehkan orang alim, maka berarti ia telah
meremehkan Allah dan RasulNya.
Sahabat Ali Karramhullah wajhah telah berkata:
“Cukuplah dengan ilmu kemulyaan dapat diperoleh, walaupun yang mengakui
seseorang yang tidak pernah melaksanaknnya. Dan cukuplah dengan kebodohan
kehinaan itu diperoleh, walaupun seseorang berusaha membebaskan diri dari
kebodohan itu”. Kemudian beliau menyanyikan sebuah lagu:
Cukuplah
kemuliaan diperoleh dengan ilmu walaupun yang
mengakui (hanyalah) orang bodoh#
Dan ia akan
gembira jika suatu saat di nisbatkan paada ilmu.
Dan cukuplah
kehinaan diperoleh dengan kebodohan, tetapi aku #
Dijaga bila aku
dinisbatkan kepadanya. Dan aku akan marah
Ibnu Al Zubair pernah berkata: “Bahwasanya Abu
Bakar pernah mengirimkan surat kepadaku, ketika itu aku sedang berada di Iraq.
Isi dari surat tersebut adalah sebagai berikut: “Wahai anakku bergegang
teguhlah pada ilmu pengetahuan, karena ketika engkau menjadi orang miskin maka
ilmu itu akan menjadi harta, dan ketika engkau menjadi orang kaya, maka ilmu
itu akan menjadi perhiasan”.
Wahb bin Munabbah berkata: “Sesuatu yang
diperoleh dari ilmu itu bermacam-macam;
- Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu orang yang rendahan.
- Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan.
- Dekat (di hati ummat), walaupun ia berada di daerah jauh.
- Kekayaan, walaupun ia miskin harta.
- Kewibawaan, walaupun ia orang yang rendah diri.
Kemudian ia menyanyikan sebuah lagu dalam
memaknainya:
Ilmu itu akan
mengantarkan suatu kaum pada puncak kemulyaan #
Orang yang
mempunyai lmu itu akan terjaga dari kerusakan.
Hai orang yang
mempunyai ilmu bersahajalah!, janganlan engkau mengotorinya #
Dengan perbuatan-perbuatan
yang merusak,karena tidak ada pengganti terhadap sebuah ilmu.
Ilmu itu
mengangkat sebuah rumahyang tak bertiang #
Bodoh itu
merobohkan sebuah rumah keluhuran dan kemulyaan.
Abu Muslim Al Khaulani ra. berkata: “Para
ulama’ dibumi itu seperti bintang-gemintang yang bergelantungan di atas
langit.Jika bintang-gemintang itu tampak bagi manusia, maka mereka mendapatkan
petunjuk karenanya.Tetapi jika bintang-gemintang itu tampak suram, maka mereka
kebingungan karenanya.
Kemudian ia menyaikan sebuah syair lagu
dalam memaknainya:
Tempuhlah ilmu
di manapun ilmu itu berada #
Dari ilmu,
bukalah setiap orang yang mempunyai pemahaman terhadap ilmu
Ilmu berguna
untuk menerangi hati dari kebutaan #
Dan menolong
agama, di mana perintah menolong adalah kewajiban.
Pergaulilah
para periwayat ilmu, dan temanilah para pilihan mereka #
Maka,
persahabatan dengan mereka adalah sebuah hiasan, dan bercampur dengan
mereka adalah sebuah keberuntungan.
Janganlah
engkau palingkan kedua pandanganmu dari mereka, sesungguhnya mereka #
Ibarat
bintang-gemintang yang menjadi petunjuk, bila satu bintang hilang, maka
muncul bintang yang lain.
Demi Allah,
seandainya ilmu tidak ada, niscaya hidayah tak akan tampak #
Dan tak tampak
pula tanda-tanda perkara yang ghaib
Ka’ab Al Akhbar berkata: “Seandainya pahala
tempat diskusi tampak pada manusia, niscaya mereka akan saling membunuh berebut
pahala, sehingga para pemimpin meninggalkan pemerintahannya dan para Bos
pasar akan meninggalkan pasarnya.
Sebagian ulama’ salaf berkata: “Sebaik-baik
pemberian adalah akal, sedangkan sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.
Sebagian ulama’ salaf yang lain juga berkata:
“Ilmu itu sebagai pengaman dari tipu daya setan,juga sebagai benteng dari tipu
daya orang yang dengki dan sebagai petunjuk akal”.
Kemudian ia menyanyikan sebuah syair lagu
tentang maknanya:
Alangkah
bagusnya akal dan alangkah terpujinya orang yang berakal#
Alangkah
jeleknya kebodohan dan alangkah tercelanya orang bodoh.
Tak ada ucapan
seseorang yang pantas dalam suatu perdebatan #
Kebodohan
itulah yang akan merusaknya pada hari nanti ketika ia ditanya.
Ilmu adalah
sesuatu yang paling mulia yang diperoleh seseorang #
Orang yang
tidak berilmu , maka ia bukanlah laki-laki.
Wahai saudara
kecilku ! Pelajarilah ilmu dan amalkanlah #
Ilmu itu
merupakan sebuah perhiasan bagi orang yang benar-benartelah
mengamalkannya.
Diriwayatkan dari Muadz Bin Jabal ra. ia
berkata: “Pelajarilah ilmu pengetahuan, karenamempelajarinya adalah suatu
kebajikan, mencarinya adalah suatu ibadah, mendiskusikannya adalah tasbih,
membahasnya adalah jihad, menyerahkannya adalah upaya pendekatan diri kepada
Allah SWT dan mengajarkannya kepada orang yang tidak berilmu adalah shadaqah.
Fuzdail bin ‘Iyadl ra. telah berkata: “Orang
yang alim yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka ia akan diundang
dikerajaan langit sebagai orang besar”.
Sufyan bin ‘Uyainah telah berkata: “Kedudukan
manusia yang paling tinggi disisi Allah adalah orang yang berada di antara
Allah dan di antara hamba-hambaNya.Mereka itulah para nabi dan para ulama’”.
Ia juga mengakatan: “Di dunia ini seseorang
tidak akan diberi sesuatu yang lebih utama dari pada derajat kenabian dan tidak
ada sesuatupun setelah derajat kenabian yang lebih utama dari pada ilmu
pengetahuan dan ilmu fiqh”. Kemudian ia ditanya:”Dari siapa perkataan ini?”.Ia
menjawab:”Dari seluruhpara ahli fiqh”.
Imam Al Syafi’i ra. telah berkata: “Seandainya
para ahli fiqh yang selalu mengamalkan ilmunyabukan sebagai kekasih Allah,
niscaya Allah tidak akan mempunyai seorang wali”.
Ibnu al Mubarak ra. berkata:”Seseorang itu
masih dianggappandai selama iamencari ilmu.Apabila ada seseorang menganggap
bahwa dirinya pandai, maka ia benar-benar telah bodoh”.
Imam Waqi’ berkata: “Seorang laki-laki tidak
akan dikatakan orang alim, sehingga ia mau mendengarkan orang yang lebih tua,
mau mendengar orang yang sebanding dengannya, dan mau mendengar orang yang
lebih muda darinya.
Sufyan Al Tsauri berkata : “Keajaiban-keajaiban
itu merata ada dimana-mana.Pada akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata
lagi, bencana yang menimpa manusia banyak.Sedangkan musibah masalah keagamaan
sekarang ini lebih banyak lagi. Bencana-bencana itu merupakan peristiwa yang
besar, namun kematian para ‘ulama merupakan peristiwa yang lebih besar.
Sesungguhnya hidup orang alim itu adalah rahmat bagi umat, sedangkan
kematiannya agama Islam menyebabkan suatu cacat”.
Dalamkitab Shahih Al Bukhari dan Al Muslim ad
sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al ‘Ash ra. ia
berkata: “Aku mendengar dari Rasulullah, beliau besabda: “Sesungguhnya Allah
tidak mengambil ilmu dengan cara mencabut ilmu tersebut dari manusia, akan
tetapi Allah mencabut ilmu dari muka bumiini dengan cara mencabut nyawa
orang-orang yang para ulama’, sehingga jika seorang alim sudah tak tersisa,
masyarakat mengangkat para pemimpin yang bodoh. Maka ditanyalah
pemimpin-pemimpin itu(tentang masalah keagamaan), kemudian mereka memberikan
fatwa tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan, sehingga mereka menjadi sesat dan
menyesatkan orang lain”.
FASHAL
Semua hal yang telah
disebutkan diatas; yakni keutamaan ilmu dan orang yang memiliki ilmu,
hanyalah hak ulama yang mengamalkan ilmunya, berkepribadian baik dan bertakwa
yang bertujuan untuk memperoleh keridhaan Allah SWT, dekat
dihadapanNyadenganmendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.Bukanlah
orangyang ilmunya dimaksudan untuk tujuan-tujuan duniawi, yakni jabatan, harta
benda atau berlomba-lomba memperbanyak pengikut.
Telah diriwayatkan dari
Nabi SAW: “Barang siapa mencari ilmu untuk menjatuhkan para ulama’, atau
berdebat dengan para ahli fiqh atau bertujuan untuk memalingkan pandangan
manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka” (H.R. Al Turmudzi
).
Dan diriwayatkan dari Nabi
SAW: “Barang siapa mempelajari ilmu yang seharusnya dicari hanya karena Dzat
Allah, tetapi bia tidak mempelajarinya kecuali untuk memperoleh tujuan-tujuan
duniawi, maka ia tidak akan mendapatkanaroma surgawi”.
Juga diriwayatkan beliau: “Barang siapa yang
mecari ilmu karena selain Allah atau menghendaki Dzat Allah maka, tempatilah
tempat duduknya dari api neraka.
Juga diriwayatkan beliau; “Pada hari
kiamatnanti akan didatangkan seorang alim, kemudian ia dilemparkan kedalam api
neraka sehingga ususnya terburai keluar dari perutnya, kemudian ia
berputar-putar didalam neraka laksana keledeiyang berputar sambil membawa alat
penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka mengerumuninya sambil bertanya: “Apa
yang menyebabkanmu seperti ini?.Ia menjawab: “Aku memerintahkan orang lain agar
melakukan kebaikan, tetapiakusendiri tidak melakukannya dan aku melarang orang
lain agar tidak melakukan perbuatan yang buruk, sementaraaku sendiri
melakukannya”.
Diriwayatkan dari Bisyr ra.: “Allah memberikan
wahyu kepada Nabi Dawud as.:”Janganlah engkau jadikan antara aku dan engkauada
seorang yang alim yang terfitnah, sehingga sifat takkaburnya (sombong)
menjauhkan dirimu untuk mencintai aku. Mereka itu adalah orang yang pekerjaanya
menghadang hamba-hambaku ditengah jalan”.
Sufyan Al Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu
dipelajari hanyalah untuk bertaqwa.Kelebihan ilmu atas ilmu yang lain hanya
karena ilmu digunakan bertaqwa kepadaAllah SWT. Jika tujuan ini menjadi cacat
dan niat orang yang mencari ilmu menjadi rusak, dengan pengertian bahwa ilmu
itu digunakanuntuk mencapai perolehanhal-hal duniawi; berupa harta atau
jabatan, maka pahala orang yang mencari ilmu itu benar-benar telah terhapus dan
ia benar-benar telah dengan kerugian yang amat sangat.
Al Fudlail bin ‘Iyadl telah berkata:”Para
ulama’ yang fasiqdan orang–orang yang hafal Al-Qur’an telah mendatangi aku dan
nanti pada hari kiamat mereka akan disiksa terlebih dahulu sebelum disiksanya
orang yang menyembah berhala”.
Al Hasan al Basri telah berkata: ”Siksaan ilmu
pengetahuan adalah hati yang mati, kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud
dengan hati yang mati?.Ia menjawab: “Matinya hati adalah mencari harta dunia
dengan menggunakan perbuatan-perbuatan akhirat”.
Refleksi dari penjelasan bab
tersebut tentang Kutamaan Ilmu Dan Ulama Serta Keutamaan Proses Belajar Dan
Mengajar : saya dalam melakukan kegiatan sehari hari sangat setuju karena biasa
dalam kamar atau kelas bagi santri yang memiliki ilmu yang tinggi akan di
angkat derajatnya atau dikedepankan pemikirannya dibandingkan santri yang lebih
dibawahnya dalam kata lain kurang ilmu pengetahuan, dalam konteks ini saya masih kurang sekali
dalam ilmu pengetahuan dan tapi saya tetap berusaha untuk menambah pengetahuan
saya dengan tetap belajar dan mondok di pasantren maupun kuliah kemudian dengan
ilmu yang sedikit ini saya tetap mengamalkan walau hanya berangkat ngaji dan
insya allah istiqomah dan hal kecil sesuai kemampuan saya, dalam proses
pembelajaran yang lama juga penting dalam kata lain kita belajar atau pun mengajarkan
ilmu harus memiliki kesabaran yang tinggi dan istiqomah dalam proses tersebut.
BAB KEDUA
Akhlaq pelajar
(santri) pada dirinya sendiri
Etika pelajar terhadap dirinya sendiri ada
sepuluh macam, yaitu:
Pertama,Harus
mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang mempunyai unsur
menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan yang tidak baik, dan budi
pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya ia pantas untuk
menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna
yang tersirat”.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam etika pertama
ini saya belum bisa melakukan terkadang dalam melakukan sesutu saya masih
banyak kesalahan seperti mempunyai keyakianan tidak baik kepada teman dan belum
memiliki budi pekerti yang baik tapi saya tetap berusaha untuk berbuat yang terbaik.
Kedua, Harus memperbaiki
niat dalam mencari ilmu, dengan tujuan untuk mencari ridha Allah SWT, serta
mampu mengamalkannya, menghidupkan syari’at, untuk menerangi hati, menghiasi
batin dan mendekatakn diri kepada Allah SWT. Tidak bertujuan
untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, misalnya menjadi pimpinan, jabatan,
harta benda, mengalahkan temansaingan, biar dihormati masyarakat dan
sebagainya.
Refleksi dari kata kata tersebut : saya masih berusaha
memperbaiki niat karena menurut kitab ini dan penetahuan saya niat itu
sangatlah pennting, maka dari itu saya sebagai santri terus dan terus
memperbaiki niat agar lebih baik ahlaq karena memiliki niat yang baik.
Ketiga, Harus berusaha
sesegera mungkin memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa
umurnya.Jangan sampai tertipu dengan menunda-nunda belajar dan terlalu
banyak berangan-angan, karena setiap jam akan melewati umurnya yang tidak
mungkin diganti ataupun ditukar”. Seorang pelajar harus memutuskan
urusan-urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan, juga perkara-perkara
yangbisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu, serta mengerahkan segenap
kemampuan dan bersungguh-sungguh dalam menggapai keberhasilan.Maka sesungguhnya
hal itu akanmenjadi pemutus jalan proses belajar.
Refleksi dari kata kata
tersebut : saya sangat setuju karena sesuai pengalaman dari saya emang kalau
kita bedakan antara kita mencari ilmu masih kecil dan mencari ilmu saat kita
dewasa sangatlah berbeda saat kita kecil ilmu akan lebih cepat terserap
dibanding kita dewasa.
Keempat, Harus menerima apa
adanya (qana’ah) berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa
makanan atau pakaian dan sabar atas kehudipan yang berada dibawah garis
kemiskinan yang ia alami ketika dalam tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulkan morat-maritnyahati
akibat terlalu banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber
hikmah akan mengalir kedalam hati.
Imam Al Syafi’i telah
berkata: “Orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila
ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang luhur dan kehidupan yang serba
cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah
hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama’, dialah orang
yang bisa merasakan kebahagiaan.
Refleksi dari kata kata tersebut : saya menerima apa adanya dan saya masih
tetap berusa dalam mencari ilmu agar ilmu pengetahuan saya bertambah dan ahlaq
berubah menjadi lebih baik.
Kelima, Harus bisa
membagi seluruh waktu dan menggunakannya setiap kesempatan dari umurnya,
sebab umur yang tersisa itu tidak ada nilainya.
Waktu yang paling ideal dan baik digunakan oleh
para pelajar:Waktu sahur digunakan untuk menghafalkan. Waktu pagi digunakan
untuk membahas pelajaran. Waktu tengah hari digunakan untuk menulis. Waktu
malam digunakan untuk meninjau ulangdan mengingat pelajaran.
Sedangkan tampat yang paling baik digunakan
untuk menghafalkan adalah di dalam kamar dan setiap tempat yang jauh dari
perkara yang bisa membuat lupa. Tidak baik menghafalkan pelajaran didepan
tumbuh-tumbuhan, tanaman-tanaman yang hijau, di tepi sungai dan ditempat-tempat
yang ramai.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam etika ini saya masih kesulitan
dalam membagi waktu karena kekurangan pengetahuan dari saya tapi saya tetap
berusaha agar lebih baik.
Keenam, Harus
mempersedikit makan dan minum, karena apabila perut dalam keadaan kenyang
maka akan menghalangi semangat ibadah dan badan menjadi berat.
Salah satu faedah mempersedikit makan adalah
badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya
penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum, sebagaimana yang dikatakan
dalam sebuah syair:
Sesungguhnya
penyakit yang kau saksikan itu kebanyakan #
Timbul dari
makanan dan minuman
Sedangkan sehatnya hati itu terhindar dari
perbuatan lacur, melampaui batas dan sombong, dan tidak tampak seorangpun dari
para kekasih Allah, para pemimpin ummat dan para ulama’ yang terpilih yang
bersifat atau mempunyai ciri seperti itu; banyak makan dan tidak akan terpuji karenanya. Banyak makan akan menjadihanya pada
binatang yang tidak berakal dan dipersiapkan untuk bekerja.
Refleksi dari kata kata tersebut : saya sudah berusaha dalam etika tersebut
walau terkadang masih melakukan makan dan minum dengan isrof tapi saya tetap
berusaha berbuat yang terbaik.
Ketujuh, Harus mengambil
tindakan terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i (menjaga diri dari
perbuatan yang bisa merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap
keadaan, memperhatikan kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan, minuman,
pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya
terang dan pantas untuk menerima ilmu, cahaya ilmu dan mengambil kemanfaatan
ilmu. Seyogyanya pencari ilmu juga menggunakan kemudahan kemudahan
padatempatnya ketika dibutuhkan dan adanya sebab–sebabnya, karena Allah
menyukai kemurahan –kemurahannya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai
ketetapan-ketetapanNya dilaksanakan.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam etika ini saya
belum bisa melakukan sepenuhhnya karena masih banyak kekurangan di dalam
melakukan hal tersebut tapi saya tetap berusaha.
Kedelapan,Harus mempersedikit makan
yang merupakan salah satu sebab tumpulnya otak (dedel: Jawa), lemahnya panca indra, seperti buah apel yang masam, kacang
sayur, minum cuka’, begitu juga makanan yang menimbulkan banyak dahak, yang
dapat mempertumpul akal fikiran dan memperberat badan, seperti terlalu banyak
minum susu, makan ikan dan yang lain sebagainyaSeyogianya juga ia menjauhkan
diri dari hal-hal yang menyebabkan lupa secara khusus seperti memakan makanan
yang telah dimakan tikus, membaca tulisan di maesan (pathok pekuburan), masuk
di antara dua ekor unta yang ditarik dan menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam etika ini saya
belum bisa melakukan sepenuhhnya karena masih banyak kekurangan di dalam
melakukan hal tersebut tapi saya tetap berusaha.
Kesembilan, Harus
berusaha untuk mengurangi tidur selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh
dan akal pikirannya. Jam tidur tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam
sehari semalam. Dan itu sepertiga dari waktu satu hari (dua puluh empat jam).
Jika keadaannya memungkinkan untuk beristirahat kurang dari sepertiganya
waktu dalam sehari semalam maka ia dipersilahkan untuk melakukannya.Apabila ia
merasa terlalu lelah, maka tidak ada masalah untuk memberikan kesempatan
beristirahat terhadap dirinya, hatinya dan penglihatannya dengan cara mencari
hiburan, bersantai ke tempat-tempat hiburan sekiranya pulih kembai dan tidak
menyia-nyiakan waktu.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam etika ini saya
belum bisa melakukan sepenuhhnya karena masih banyak kekurangan di dalam melakukan
hal tersebut tapi saya tetap berusaha tapi dalam kenyataan mengurangi tidur
karena buat tugas hem itu yang saya lakukan.
Kesepuluh, Harus meninggalkan
pergaulan, karena meninggalkannya
itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan
jenis khususnya jika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan akal
fikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri kesempatan
(nyolongan).Bahaya dari pergaulan adalah menyia-nyiakan umur tanpa guna dan
berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang yang tidak
beragama.Jika ia membutuhkan orang yang bisa menemaninya, maka orang itu harus
shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah, wira’i, bersih hatinya, banyak
berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memilki harga diri yang baik,
sedikit perselisihannya (tidak ngeyelan).Jika ia lupa, maka temannya
mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya telah menolongnya.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam etika ini saya
belum bisa melakukan sepenuhhnya karena masih banyak kekurangan di dalam
melakukan hal tersebut tapi saya tetap berusaha tapi dalam hal ini sangat benar
karena kalau kita bergaul dengan lawan jenis buat kita lupa waktu atau dengan
kata lain menyia-nyiakan umur.
BAB KETIGA
Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya
Akhlaq orang yang menuntut ilmu ketika
bersama–sama dengan gurunya ada dua belas macam budi pekerti, yaitu :
Pertama, Berangan-berangan,
berfikir yang mendalam kemudian melakukan shalat istikharah, kepada siapa ia
harus mengambil ilmu dan mencari bagusnya budi pekerti darinya. Jika
memungkinkan seorang pelajar, hendaklah memilih guru yang sesuai dalam
bidangnya, ia juga mempunyai sifat kasih sayang, menjaga muru’ah (etika),
menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan mertabat seorang guru.Ia juga
seorang yang bagus metode pengajaran dan pemahamannya.Diriwayatkan dari
sebagian ulama’ salaf: “Ilmu iniadlah agama, maka perhatikanlah dari siapa
kalian mengambil atau belajar agama kalian”.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam hal ini pondok
disini sudah bagus pengajarnya sesuai dengan ahlinya walau masih ada yang tidak
sesuai ahli atau murid sulit menerimnya
kalau saya belum melakukan seperti itu karena saya hanya mantap dalam
memilih guru dan berhusnudzon kepada guru.
Kedua, Bersungguh-sungguh
dalam mencari seorang guru, ia termasuk orang yang mempunyai perhatian
khusus terhadap ilmu syari’at dan termasuk orang-orang yang dipercaya oleh para
guru-guru pada zamanya, sering diskusi serta lama dalam perkumpulan diskusinya,
bukan termasuk orang-orang yang mengambil ilmu berdasarkan makna yang tersurat
dalam sebuah teks dan tidak dikenal guru-guru yang mempunyai tingkat kecerdasan
tinggi. Imam kitaAl-Syafi’i berkata: “Barang siapa yang mempelajari ilmu fiqh
hanya memahami makna–makna yang tersurat saja, maka ia telah menyia-nyiakan
beberapa hukum”.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam hal ini Bersungguh-sungguh
dalam mencari seorang guru, itu sudah saya lakukan walau terkadang masih banyak
kekurangan dalam menentukan seorang guru tapi saya sudah berusaha memilih yang
terbaik.
Ketiga, Menurut terhadap
gurunya dalam segala hal dan tidak keluar dari nasehat-nasehat
danaturan-aturannya. Bahkan, hendaknya hubungan antara guru dan
muridnya itu ibarat pasien dengan dokter spesialis. Sehingga ia minta resep
sesuai dengan anjurannyadan selalu berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh
ridhanya terhadap apa yang ia lakukan dan bersungguh sungguh dalam memberikan
penghormatan kepadanya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara
melayaninya. Hendaknya seorang pelajar tahu bahwa merendahkan diri di hadapan
gurunya merupakan kemulyaan, kertundukannya kepada gurunya merupakan kebanggaan
dan tawadlu’ dihadapannyamerupakan keterangkatanderajatnya.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya belum
sepenuhnya kadang berbeda pendapat sering terjadi antara guru dan murid tapi sekarang dengan ngaji kitab ini bisa
meminalisir sehingga dapat melakukan nasehat – nasehat yang diberikan guru.
Empat, Memandang
guru dengan pandangan bahwa dia adalah sosok yang harus dimuliakan dan
dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna.
Karena pandangan seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya.Abu Yusuf
berkata: “Aku mendengar para ulama’ salaf berkata: “Barang siapa yang tidak
mempunyai sebuah (I’tiqad) keyakinan tentang kemulyaan gurunya, maka ia
tidak akan bahagia. Maka bagi pelajarjangan memanggil guru dengan menggunakan
ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu), ia juga jangan memanggil dengan
namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan: ” yaa sayyidi” , wahai
tuanku atau “yaa ustadzi”, wahai guruku. Juga ketika seorang guru
tidak berada ditempat, maka pelajar tidak diperkenankan memanggil dengan
sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai dengan sebutan yang
memberikan pengertian tentang keagungan seorang guru, seperti apa yang di
ucapkan pelajar:”Al Syekh Al Ustadz berkata begini,begini“atau “guru
kami berkata”dan lain sebagainya.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah
melakukannya walau kadang saya bingung dengan perilaku guru yang kadang tidak
bisa di terima oleh hati tapi saya sebagai santri tetap husnudzon dan tetap
menganggap guru memiliki derajat yang tinggi.
Kelima, hendaknya pelajar
mengetahui kewajibannya kepada gurunya dan tidak pernah melupakan
jasa-jasanya, keagungannya dan kemulyaannya, serta selalu mendoakan kepada
gurunya baik ketika beliau nmasih hidup atau setelah meniggal dunia.
Selalu menjaga
keturunannya, para kerabatnya dan oerang-orang yang beliau kasihi, dan selalu
menekankan terhadap dirinya sendiri untuk selalu berziarah kemakam belaiu untuk
memintakan ampun, memberikan shadaqah atas nama beliau, selalu menampakkan budi
pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain
yangmembutuhkannya, disamping itu pelajar harus selalu menjaga adat istiadat,
tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan oleh gurunya baik dalam masalah
agama atau dalam masalah keilmuan, dan menggunakan budi pekerti sebagaimana
yang telah dilakukan oleh gurunya, selalu setia, tunduk dan patuh
kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.
Refleksi dari kata kata tersebut : saya sudah sedikit melakukanya seperti
mengirimkan alfatihah dan selalu menghormati walau sudah tidak mengjar lagi dan
saya tetap berusaha menggali apa aja yang harus kita lakukan sebagai murid.
Enam, pelajar harus
mengekang diri , untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang
gundah gulana, marah, murka atau budi pekerti, prilaku beliau yang kurang
diterima oleh santrinya.
Hendaklah hal tersebut tidak menjadikan pelajar lantas meninggalkan guru
(tidak setia) bahkan ia harus mempunyai keyakinan, i’tiqad bahwa
seorang guru itu mempunyai derajat yang sempurna, dan berusaha sekuat tenaga
untuk menafsiri , menakwili semua pekerjaan-pekerjaan yang ditampakkan dn
dilakukan oleh seorang guru bahwasanya yang benar adalah kebalikannya , dengan
pena’wilan dan penafsiran yang baik.
Apabila seorang guru
berbuat kasar kepada santrinya, maka yang perlu dilakukan pertamakali adalah
dengan cara meminta ampuan kepada guru dan menampakkan rasa penyesalan diri dan
mencari kerilaan, ridha dari gurunya, karena hal itu akan lebih mendekatkan
diri pelajar untuk mendapatkan kasih akung guru ?
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah
melakukannya terkadang kita tidak tahu apa yang terjadi atau kadang guru kadang
baik kadang jengkelan ( bahasa jawanya) tapi tetap khusnudzon
Delapan, apabila pelajar
duduk dihadapan kyai, maka hendaklah ia duduk
dihadapannya dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh diatas
kedua lututnya (seperti duduk pada tahiyat awal) atau duduk seperti duduknya
orang yang melakukan tahiyat akhir, dengan rasa tawadlu’ , rendah diri, thumakninah
(tenang ) dan khusu’.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah
melakukannya walau terkadang kita kecapean sehingga kita lupa akan etika
tersebut seperti yang di jelaskan tapi saya tetap berusaha untuk melakukan hal
tersebut.
Sang santri tidak
diperbolehkan melihat kearah gurunya (kyai) kecuali dalam keadaan dharurat,
bahkan kalau memungkinkan sang santri itu harus menghadap kearah gurunya dengan
sempurna sambil melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian, selanjutnya ia
harus berfikir, meneliti dan berangan-angan apa yang beliau sampaikan sehingga
gurunya tidak perlu lagi untuk mengulagi perkataannya untuk yang kedua kalinya.
Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat kearah kanan, arah kiri atau melihat
kearah atas kecuali dalam keadaan dlarurat, apalagi gurunya sedang membahas,
berdiskusi tentang berbagai macam persoalan.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah melakukannya walau
terkadang kita kecapean sehingga kita lupa akan etika tersebut seperti bicara
sendiri sehingga kita dapat menyerap ilmu ang di terangkan oleh gurunya.
Pelajar tidak
diperbolehkan membutat kegaduhan sehingga sampai didengar oleh sang kyai dan
tidak boleh memperhatikan beliau, santri juga tidak boleh mempermainkan
ujung bajunya, tidak boleh membuka lengan bajunya sampai kedua sikutnya, tidak
boleh mempermainkan beberapa anggota tubuhnya , kedua tangan, kedua kaki atau
yang lainya, tidak boleh membuka mulutnya, tidak boleh menggerak-gerakkan
giginya, tidak boleh memukul tanah atau yang lainya dengan menggunakan telapak
tanganya ayau jari-jari tanganya, tidak boleh mensela-selai kedua tangannya dan
bermain-main dengan mengunakan sarung dan sebagainya.
Santri ketika berada
dihadapan sang kyai maka ia tidak diperbolehkan menyandarkan dirinya ketembok,
ke bantal, juga tidak boleh memberikan sesiuatyu kepada nya dari arah samping
atau belakang, tidak boleh berpegangan pada sesuatu yang berada diselakangnya
atau sampingnya.. Santri juga tidak diperkenankan untuk menceritakan sesuatu
yang lucu, sehingga menimbulkan tertawa orang lain, ada unsur penghinaan kepada
sang guru, berbicara dengan menggunakan kata-kata yang sangat jelek, dan menampakkan
prilaku dan budi pekerti yang kurang baik dihadapan gurunya.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah melakukannya walau
terkadang kita baru tahu akan hal ini
sehingga kita lupa akan etika tersebut seperti bermain main dengan
menggunakan sarung.
Santri juga tidak boleh
menertawakan sesuatu kecuali hal-hal yang kelihatan sangat menggelikan, lucu
dan jenaka, ia tidak boleh mengagumi sesuatu ketika ia berada dihadapan
gurunya.
Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian
yang lucu, sehingga membuat santri tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa
tidak terlalu keras, tidak mengeluarkan suara. Ia juga tidak boleh membuang
ludah, mendehem selama hal itu bisa ditahan atau memungkinkan, namun apabila
tidak mungkin untuk dilakukan maka seyogianya ia melakukannya dengan santun. Ia
tidak boleh membuang ludah atau mengeluarkan riya dari mulutnya, namun yang
paling baik adalah seharusnya itu dilakukan dengan menggunakan sapu tangan atau
menggunkana ujung bajunya untuk dipakai sebagai tempat riya’ tersebut. Apabila pelajar
sedangbersin , maka hendaknya berusaha untuk memelankan sauranya dan menutupi
wajahnya dengan menggunakan sapu tangan umpamanya. Apabila ia membuka
mulut karena menahan rasa kantuk (angop) maka hendaknya ia menutupu
mulutnya dan berusaha untuk tidak membuka mulut (angop).
Sebagai pelajar ketika
sedang berada dalam sebuah pertemuan, dihadapan teman, saudara hendaknya
memekai budi pekerti yang baik, ia selalu menghormati para sahabtnya,
memulyakan para pemimpin, pejabat, dan teman sejawatnya, karena menampakkanbudi
pekerti yang baik kepada mereka, berarti ia telah menghormati para kyainya, dan
menghormati pada majlis (pertemuan). Hendaknya ia juga tidak keluar dari
perkempulan mereka, majlis dengan cara maju ataupun mundur kearah belakang,
santri (pelajar ) juga tidak boleh berbicara ketika sedang berlangsung
pembahasan sebuah ilmu dengan hal-hal yang tidak mempunyai hubungan
dengan kegiatan ilmu tersebut, atau mengucapkan sesuatu yang bisa memutus
pembahas ilmu. Apabila sebagian santri (orang yang mencari ilmu) itu berbuat
hal hal yang idak kita inginkan ( jelek ) terhadap salah seorang , maka ia
tidak boleh dimarahi, disentak-sentak, kecuali gurunya sendiri yang melakukan
hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah isyarat kepada santri yang lain
utnuk melakukannya.
Apabila ada seseorang yang
melakukan hal-hal yang negatif terhadap seorng syaikh, maka kewajiban bagi
jamaah adalah membentak orang tersebut dan tidak menerima orang tersebut dan
membantu syaikh dengan kekauatan yang dimiliki (kalau memungkinkan).
Pelajar tidak boleh
mendahului gurunya dalam menjelaskan sebuah permasalahan atau menjawab beberapa
persoalan, kecuali ia mendapai idzin dari sang guru.
Termasuk sebagaian dari mengagungkan seorang
kyai adalah santri tidak boleh duduk-duduk disampingnya, diatas tempat
shalatnya, diatas tempat tidurnya. Seandainya sang guru memerintahkan hal itu
kepada muridnya, maka jangan ia sampai melakukannya, kecuali apabila sang guru
memang memaksa dan melakukan intimidasi kepada santri yang tidak mungkin
untukmenolaknya, maka dalam keadaan seperti ini baru diperbolehkan untuk
menuruti perintah sang guru, dan tidak ada dosa. Namun setelah itu ia harus
berprilaku sebagaimana biasanya, yaitu dengan menjunjung tinggi akhlaqul
karimah.
Dikalangan orang banyak telah timbul sebuah
pertanyaan, manakah diantara dua perkara yang lebih utama, antara menjunjung
tinggi dan berpegang teguh pada perintah sang guru namun bertentangan dengan
akhlaqul karimah dengan menjunjung tinggi-tinngi nilai-nilai akhlaq dan
me;lupakan perinyah sang guru ?.
Dalam permasalahan
ini, menurut pendapat yang paling tinggi (rajih) adalah hukumnya tafsil;
apabila perintah yang diberikan oleh guru tersebut bersifat memaksa sehingga
tidak ada kemungkinan sedikitpun untuk menolaknya, maka hukumya yang paling
baik adalah menuruti perintahnya, namun bila perintah itu hanya sekedarnya dan
bersifat anjuran , maka menjunjung tinggi nilai moralitas adalah diatas
segala-galanya, karena pada satu waktu guru diperbolehkan untuk
menampakkan sifat menghormati dan perhatian kepada santrinya (murid) sehingga
akan wujud sebuah keseimbangan (tawazun) dengan kewajiban-kewajibannya
untuk menghormati guru dan berprilaku, budi pekerti yang baik tatkala bersamaan
dengan gurunya.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah melakukan tapi masih
banyak belum saya lakukan karena baru mengetahui etika tersebut dan saya
berubah dikit demi sedikit seperti merubah diri lebih baik dengan menggunnakan
budi pekerti yang lebih baik sesuai yang di ajarkan oleh musenef dalam kitab
ini.
BAB EMPAT
Akhlaq Pelajar
Terhadap Pelajarannya.
Akhlaq pelajar terhadap pelajaranya dan hal-hal
yang harus ia pegang ketika bersama-sama dengan syaikh (ulama’) dan
teman-temannya. Mengenai hali ini ada sepuluh etika, yaitu :
Satu, Hendaknya
pelajarmemulai pelajaran dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain,
sehingga pada langkah pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu
pengetahuan yaitu:
a. Pelajar harus
mengetahu tentang ilmu tauhid, ilmu yang mempelajari tentang ke Esa-an Tuhan.
Ia harus mempunyaikeyakinan bahwa Allah SWT itu ada, mempunyai sifat dahulu,
kekal serta tersucikan dari sifat-sifat kurang dan mempunyai sifatsempurna.
b. Cukuplah bagi pelajar
untuk mempunyai keyakinan, bahwa Dzat Yang Maha Luhur mempunyai sifat
kuasa, menghendaki, sifat ilmu, hidup, mendengar, melihat, kalam. Seandainya ia
menambahnya dengan dalil atau bukti-bukti dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah maka itu
merupakan kesempurnaan ilmu.
c. Ilmu fiqh, ilmu yang
dipergunakan untuk mengetahu ilmu–ilmu syari’at islam yang diambil dari
dalil-dalil syara’ tafsily. Ilmu ini merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
mampu mengantarkan kepada pemiliknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
(taat ), dimulai dari cara-cara bersuci, shalat, puasa.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah sedikit mengetahui tentang
ilmu tauhid yang mana sudah ada pelajarannya seperti kita Nurul dholam syarah
dari kitab aqidatul awam.
Apabila pelajar
(murid) termasuk orang-orang yang mempunyai harta melimpah (min jumlatil
agniya’ ) maka ia harus mempelajari ilmu yang mempunyai kaitan dengan
harta tersebut , ilmu ekonomi ,iqtishad. Ia tidak
diperbolehkan untuk mengamalkan, mengimplementasikan, mengejawantahkan
sebuah ilmu sebelum ia mengerti tentang hukum-hukum Allah.
Kempat, ilmu tasawuf, ilmu yang menjelaskan
tentang keadaan–keadaan, maqam, tingkatan, dan membahas tentang rayuan dan tipu
daya nafsu dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Secara
keseluruhan Imam Al Gazali telah menyebutkan keempat macam ilmu tersebut dalam
kitabnya : “BIDAYAH AL HIDAYAH”, juga telah di sebutkan oleh Sayyid
Abdullah bin Thahir dalamkitab “SULLAM AL TAUFIQ”.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah pernah mengaji kitab
Bidayatul hidayah walau tidak selesai yang inti kitabnya tentang nasehat –
nasehat saya belajar.
Dua, Setelah santri
mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat fardlu ‘ain maka hendaklah dalam langkah
selanjutnya ia mempelajari ilmu-ilmu yang berkatan dengan kitab Allah (tafsir
Al Qur’an) sehingga ia mempunyai keyakinan dan i’tiqad yang sangat kuat.
Ia harus
bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir Al Qur’an dan beberapa ilmu yang lain,
karena Al Qur’an merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di muka
bumi dan sekaligus induk dan ilmu yang paling penting, setelah itu hendaknya ia
menghafalkan setiap materi, ilmu yang pembahasannya tidak terlalu panjang,
bertele-tele (ikhtishar) yang dikumpulkan dari ilmu hadits, hadits, fiqh, ushul
fiqh, nahwu dan sharaf.
Kesibukan yang
dijalani oleh pelajar dalam mencari ilmu jangan sampai melupakan untuk membaca
Al Qur,an , menjaganyha, selalu istiqamah dan selalu membacanya sebagai
kegiatan sehari-hari (wadhifah). Hendaknya ia mampu menjaga Al qur’an
setelah menghafapalkannya, karena berdasarkan dalil al hadits yang menjelaskan
tentang hal itu.
Setelah santri mampu menghafalkan Al Qur’an
dengan baik, maka hendaklah hafalan itu ditashihkan , disetorkan kepada seorang
guru (kyai) untuk disima’ dan didengar. Ketika sedang terjadi proses
menghafalkan itu pelajar sejak awal menjaga dirinya jangan sampai selalu
berpegang, melihat pada kitabnya, bahkan dalam setiap materi pelajaran
semestinya ia harus berpegang teguh pada orang-orang yang bisa memberikan
pengajaran, pendidikan yang baik terhadap materi tersebut dan lebih mengutamakan
praktek.
Sebagai santri ketika berada dihadapan gurunya
ia harus selalu menjaga agamanya, menjaga ilmunya, kasih akung pada yang lain
dan sebagainya. …..
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah sedikit melakukan perintah
dari kitab ini dan terus berusaha untuk lebih baik.
Tiga, sejak awal pelajar harus
bisa menahan diri dan tidak terjebak dalam pembahasan mengenai hal-hal yang
masih terdapat perbedaan pandangan, tidak ada persamaan persepsi di
antara para ulama’ (khilafiah ) secara mutlak baik yang berhubungan
dengan pemikiran-pemikiran ataiu yang bersumber dari Tuhan, karena apabila hal
itu masih dilakukan oleh pelajar maka sudah barang tentu akan membuat hatinya
bingung, dan membuat akal fikiran tidak tenang.
Bahkan sejak awal ia harus bisa meyakinkan dirinya untuk berpegang pada
hanya satu kitab saja dalam satu materi pelajaran, dan bebrapa kitab pada
bebera meteri pelajaran dengan syarat apabila ia mampu dengan menggunakan satu
metode dan mendapat izin dari sang kyai (guru), namun apabila sistem pengajaran
yang telah diberikan oleh gurunya itu hanya menukil, memindah pendapat dari
beberapa mazhab dan masih ada ikhtilaf di kalangan ulama’ itu sendiri sedangkan
ia sendiri tidak mempunyai satu pendapatpun, maka sebagaimana yang telah dikatakan
oleh Imam Al Gazali, hendaknya ia mampu menjaga dari hal seperti itu karena
antara manfaat dan kerusakan (mafsadat) masih lebih banyak kerusakannya.
Begitu juga seorng santri
ketika masih dalam tahap permulaan dalam belajar hendaknya ia menghindarikan diri
mempeleajari berbagai macam buku, dan kitab karena hal itu akan visa
menyia-nyiakan waktunya dan hati tidak biasa konsentrasi., tidak fokus pada
satu pelajaran bahkan ia harus memberikan seluruh kitab-kitab dan pelajaran
yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat sampai dimana kemampuan
pelajarsehingga guru bisa memberikan bimbingan dan arahan sampai pelajar yaqin,
dan mampu dalam menguasai palajarannya.
Begitu juga menukil,. Memindah, meresum dari
satu kitab pada kitab yang lain tampa adanya hal-hal yang mewajibkan, karena
apabila hal itu dilakukan maka akan muncul indikasi, pertanda kebosanan dan
menjadi tanda bagi orang yang tidak bisa memperoleh kebahagiaan.
Namun apabila
sang santri sudah mempunyai basic, latar belakang kemampuan yang sudah memadai dan
menukil suatu permasalahan hanyalah untuk meningkatkan dan megembangkan
kemampuan yang ia miliki , maka yang lebih baik adalah hendaknya ia tidak
meninggalkan satupun dari pelajaran- pelajaran ilmu agama (syara’ )
karena yang bisa menolong hanyalah taqdir dari Allah SWT, semoga diberi umur
panjang oleh Allah untukmemperdalam ilmu agama (syara’).
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah sedikit melakukan hal
tersebut dan terus berusaha melakukan yang terbaik walau terkadang sangat sulit
tapi saya tetap bersabar dalam melakukan hal hal tersebut karena istiqomah itu
baik.
Empat, Sebelum menghafalkan
sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada orang seorang
kyai (guru) atau orang yang mempunyai kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah
selesai diteliti oleh gurunya barulah ia menghafalkannya dengan baik dan bagus.
Setelah menghafalkan materi pelajaran, hendaklah di ulang-ulangi sesering
mungkin dan menjadikan kegitan taqrar sebagai wadhifah, kebiasaan
yang dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan ssuatu sebelum
diteliti, ditashih oleh seorang kyai atau orang yang mempunyai
kemampuan dalam bidang itu, karena akan mengakibatkan , menimbulkan ekses
yang negatif. Misalnya merubah makna atau arti dari kalimat tersebut. Dan telah
dijelaskan pada bab-bab terdahulu bahwa ilmu pengetahuan itu tidak di ambul
dari sebuah kitab atau buku, tetapi diambil dan diperoleh dari seorang guru
karena hal itu merupakan kerusakan yang sangat berbahaya.
Ketika sedang mengkaji
sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya pelajar mempersiapkan tempat tinta, puklpen
dan pisau untuk memperbaiki dan membenerkan hal-hal yang perlu diperbaiki baik
dalam segi bahasa atau i’rab.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah sedikit melakukan hal
tersebut dan terus berusaha melakukan yang terbaik walau terkadang sangat sulit
tapi saya tetap bersabar dalam melakukan hal hal tersebut karena istiqomah itu
baik seperti Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan
terlebih dahulu kepada orang seorang kyai (guru) atau orang yang mempunyai
kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya barulah
ia menghafalkannya dengan baik dan bagus.
Lima, Hendaknya
pelajar (murid) berangkat lebih awal. Lebih pagi dalam rangka untuk mencari
ilmu , apalagi berupa ilmu hadits, dan tidak menyia-nyiakan seluruh kesempatan
yang ia miliki untuk menggali ilmu pengetahuan dan meneliti sanad-sanad
hadits, hukum-hukumnya, manfaat, bahasa, cerita-cerita yang terkandung
didalamnya, dan bersungguh-sungguh sejak awal dengan kitab “Shahih Bukhari
“dan “Shahih Muslim” kemudian kitab-kitab pokok yang lainya yang
biasa dipakai pedoman, rujukan pada masa sekarang, seperti Muattha’nya
imam Maliki dan Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, kitab Jami’nya
Imam Turmudzi. Dan tidak seharusnya bagi pelajar untuk meminimalisasikan
batsan-batasan yang telah dikemukakan diatas.
Sebaik-baiknya
kitab yang bisa,mampu menolong kepada orang yang alim, orang yang ahli dalam
ilmu fiqh adalah kitab “Sunan Al Kubra” Karya Abu Bakar
Al Baihaqy, karena sesungguhnya hadits merupakan salah satu dari dua sisi imu
syari’at dan sekaligus mampu menjelaskan terhadap begitu banyaknya persoalan
yang ada pada sisi yang lain (Al Qur’an) artinya adalah al Qur’an
merupakan kitab suci yang kandunagn isinya bersifat universal, oleh karenanya
dibutuhkan alat untuk menerjemahkan isi al qur’an tersebut yaitu al Hadits.
Imam Al Syafi’i berkata : “Barang siapa yang
mampu mempelajari kitab hadits , maka ia akan memiliki hujjah yang sangat
kuat”.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam hal ini saya masih belum melakukan
hal ini seperti datang lebih awal karena saya kurang bisa membagi waktu tapi
saya sedikit hal tersebut.
Enam, Ketika pelajar telah
mampu menjelaskan, mengejawantahkan terhadap apa yang ia hafalkan walaupun
masih dalam tahap ikhtishar dan bisa menguraikan kemusykilan yang ada dan
faidah-faidah yang sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah untuk membahas
kitab-kitab besar serta tiada henti, terus menerus menelaah tanpa mengenal rasa
lelah.
Hendaknya pelajar memiliki cita-cita tinggi, sangat luhur, ibaratnya kaki
boleh dibumi tapi cita-cita menggelantung diangkasa, sehingga tidak boleh
merasa cukup hanya memiliki ilmu yang sedikit, padahal ia masih mempunyai
kesempatan yang cukup untuk mencari ilmu sebanyak-banyakanya, santri tidak
boleh bersifat qana’ah (menerima apa adanya) seperti yang
diwariskan oleh para nabi, yaitu menerima sesutu walaupun naya sedikit. Santri
tidak boleh menunda-nunda dalam mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan dan manfaat
yang sangat mungkin ia peroleh, karena menunda sesuatu itu mengandung beberapa
bahaya, disampimng itu apabila pelajar bisa mendapatkan ilmu secara cepat dan
tepat waktu maka pada waktu yang lain ia bia mendapatkan sesuatu yang lain.
Santri harus selalu
menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya terhadap waktu luangnya,
kecekatannya, ketelitiannya, dan waktu sehatnya dan dimasa mudanya sebelum
datngnya perkara yang bisa mencegah untuk mencari, menimba ilmu pengetahuan.
Santri harus menjaga dalam
melihat terhadap dirinya sendiri dengan pendangan yang penuh kesempurnaan,
tidak membutuhkan terhadap petunjuk-petunjuk seorang guru dalam mempelajari
ilmu, karena hal itu merupakan hakekat dari kebodohan dan kesombongan.
Tokoh para tabi’in, Sa’id
bin Jubair r.a. berkata; “Seorang laki-laki selalu mendapat sebutan, predikat
aorang yang alim bila ia selalu belajar, menambah ilmu pengetahuan, namun
apabila ia telah meninggalkan belajar dan menyangka bahawa dirinya adalah orang
yang tidak membutuhkan terhadap ilmu (merasa pinter) maka, sebenarnya ia adalah
orang yang paling bodoh .
Refleksi dari kata kata tersebut : Ketika pelajar telah
mampu menjelaskan, mengejawantahkan terhadap apa yang ia hafalkan walaupun
masih dalam tahap ikhtishar dan bisa menguraikan kemusykilan yang ada dan
faidah-faidah yang sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah untuk membahas
kitab-kitab besar serta tiada henti, terus menerus menelaah tanpa mengenal rasa
lelah. Dalam hal ini saya belum bisa melakukan karena belum paham.
Tujuh, Pelajar harus selalu
mengikuti halaqah, diskusi dan musyawarah degan gurunya dalam setiap pelajaran,
kalau memungkinkan ia membacakannya. Karena hal itu apabila dilkaukan oleh
santri maka ia akan selalu mendapat kebaikan, menghasilkan setiap sesuatu yang
ia harapkan, cita-citakan, memperoleh sopan santun yang baik serta memdapatkan
keutamaan dan kemulyaan.
Santri harus selalu
bersungguh–sungguh dlam nberkhidmat kepada gurunya karena akan menghasilkan
kemulyaan, penghormatan. Dan apabila memungkinkan santri tidak boleh mengadakan
diskusi, halaqah dengan gurunya hanya untukmendengarkan pelajarannya saja,
bahkan ia harus bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh
gurunya, dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian , apabila hal itu bisa
ia lakukan dan hatinya tidak merasa keberatan, dan selalu mengadakan musyawarah
dengan para sahabatnya sehingga setiap pelajaran yang telah disampaikan oleh
gurunya ia kuasai dengan baik.
Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara
keseluruhan, maka hendaknya ia memprioritaskan pelajaran yang lebih penting
terlebih dahulu kemudian baru pelajaran yang lain.
Seyogianya pelajar (murid) selalu
mengingat-ingat setiap peristiwa, kejadian yang terjadi dalam forum diskusi
dengan gurunya, beberapa manfaat, qaidah-qaidah, definisi, batasan dan lain
sebagainya . Disamping itu pelajar hendaknya mengulangi perkataan guru ketika
sedang terjadi proses diskusi, karena mengingat–ingat sesuatu hal itu mempunyai
manfaat yang sangat luar biasa.
Al Khtaib Al
Baghdadi telah berkata : “Bahwa mudzakarah , mengingat
pelajaran yang paling baik adalah dilakukan pada waktu malam hari. Sekelompok
jama’ah rombongan dari ulama’ salaf mereka memulai mudzakarah mulai
setelah isya’, mereka tidak beranjak dari tempat mudzakarah tersebut
selama belum berkumandang adzan subuh, apabila santri tidak menemukan teman
yangbisa untuk diajak mudzakarah, meingat–ingat pelajaran, maka
hendaknya ia melakukannya pada diriny sendiri, ia mengulangi makna atau arti
dari setiap kata/ lafadz yang ia dengar dalam hatinya supaya menancap dan
membekas dalam lubuk hatinya. Karena mengulangi makna, arti dalam hati itu sama
dengan mengulangi kata atau lafadz pada lisan. Namun sangat sedikit sekali
orang-orang yang tidak menggunakan akal nya untuk berfikir bisa
memperoleh kebahagiaan, wabil khusus dihadapan gurunya,
terkadang menggunakan akal dan terkaang meninggalkannya , lantas tidak
membiasakan diri untuk menggunakan kekuatan otak yang dimiliki.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sering
mengikuti diskusi walau hanya hari minggu dan masih melakukan perubahan agar
lebih banyak dikusi ilmu pengetahuan agar lebih menambah wawasan.
Delapan, Apabila pelajar
menghadiri pertemuannya dewan guru , hndaklah ia mengucapkan salam kepada orang
telah hadir pada forum tersbut dengan suara yang bisa mereka dengar dengan
jelas, apalagi terhadap seorang kyai dengan memberikan penghormatan yang lebih
tinggi dan memulyakan. Begitu juga apabila santri keluar dari forum tersebut.
Apabila pelajar
mengucapkan salam pada sebuah forum, maka ia tidak diperkenankan melewati
orang–orang yang ada di tempat tersebut untuk mendekat pada sang kyai, ia duduk
ditempat yang bisa di datangi oleh orang lain, kecuali apabil sang kyai, para
jama’ah yang lain memintannya untuk maju kedepan, maka tidak ada masalah
apabila santri itu maju dengan melewti orang terlebih dahulu hadir pada majlis
tersebut.
Pelajar tidak boleh
memindah tempat duduknya orang lain atau berdesak-desakan dengan sengaja,
apabila ada orang lain yang mempersilahkan santri itu untuk menempati tempat
duduknya, maka janganlah ia menerimanya kecuali ada kemaslahatan, kebaikan yang
diketahui oleh orang lain, atau orang banyak yang memproleh dan
mendapatkan manfaat, seperti ia bisa menjelaskan persoalan bersama-sama dengan
gurunya ketiak berdekatam, disamping itu ia (santri) termasuk orang yang
mempunyai banyak umur, kebagusan dan kewibawaan.
Pelajar tidak boleh mengambil tempat duduk
ditang-tengah pertemuan, disepan seseorang kecuali dalam keadaan dlarurat,
duduk diantara dua orang yang bersahabat kecuali mereka merelakannya, duduk di
atas orang yang lebih mulia di bandingkan dengan dia sendiri.
Hendaknya pelajar berkumpul dengan para
sahabatnya ketika membahas sebuah pelajaran, atau membahas beberap pelajaran
dri satu arah supaya ketika seorang guru mneyampaiakn penjelasan sebauh
persoalan, materi pelajaran bisa utuh dan tidak terganggu.
Refleksi dari kata kata tersebut : ya saya sudah melakukan walau hanya
menjawab salam dari guru dan tetap saya berusaha untuk lebih baik.
Sembilan, Pelajar hendaknya tidak
segan-segan, tidak perlu malu menanyakan sebuah pesoalan yang menurutnya
sangat musykil, sulit dan memahami setiap sesuatu yang belum ia
fahami dengan baik dan benar dengan menggunakan bahasa yang lembut, halus, baik
perkataanya, dan menggunakan sopan santun . Suatu ketika pernah dikatakan
bahwa : “Barang siapa dari roman mukanya tampak rasa malu untuk menanyakan
sesuatu , maka akan tampak kekeurangannya ketika berkumpul dengan orang lain”.
Mujahid r.a. berkata : “Orang yang mempounyai
sifat malu dan orang yang sombong tidak akan bisa mempelajari ilmu
pengetahuan”.
‘Aisyah r.a. telah berkata : “Semoga Allah
mengasihi pada perempuannya kaum anshar, karena sifat malu mereka mencegahnya
dalam memepelajari ilmu agama”.
Ummu Sulaim, istri Rasulullah berkata :
“Sesungguhnya Allah tida akan pernah malu terhadap sesuatu yang hak, benar,
apakah terhadap orang perempuan yang mempunyai suami yang memandikannya ketika
istrinya bermimpi mengeluarkan air sperma ?.
Pelajar tidak boleh mennyakan sesuatu yang
bukan pada tempatanya, kecuali karena ia membutuhkannya atau ia mengerti
dengan memberikan solusi kepada gurunya untuk bertanya. Apabila guru tidak
menjawab, maka hendaknya ia jangan memaksannya, namun apabila belaiu menjawab
dan kebetulan salah, maka santri tidak boloeh menolaknya seketika.
Seharusnya yang dilakukan oleh pelajar adalah
tidak malu-malu untuk bertanya, begitu juga hendaknya ia tidak malu mengucaokan
kata-kata seperti ini : “Aku belum faham”, apabila ia ditanya oleh
gurunya , apakah engkau faham ? sedangkan ia sendiri belum faham.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam hal ini saya melakukan yang
terbaik agar tidak menyinggung persaan dari ustad atau guru saya.
Sepuluh, Bila dalam belajar
santri menggunakan sistem Sorogan, suatu metode belajar dengan maju
satu persatu dan langsung disimak dan diperhatikan oleh ustadznya, maka
ia harus harus menuggu gilirannya dengan tertib, tidak mendahului peserta yang
lain kecuaili apabila ia mengizinkannya.
Dalam sebuah hadits telah
diriwayatkan bahwasanya suatu ketika ada seorang lelaki dari sahabat anshar
menjumpai rasulullah, sambil bertanya mengenai sesuatu, setelah itu datang lagi
seorang laki-laki dari Bani Tsaqib kepada beliau, juga bertujuan yang sama,
menanyakan sesuatu kepada beliau, kemudian nabi SAW menjawab : “Wahai saudaraku
dari Bani Tsaqif, duduklah! Aku akan memulai mengatakan sesuatu yang dibutuhkan
oleh sahabat Anshar tadi, sebelum kedatanganmu, Al Khatib berkata “Bagi
orang-ornag yang datangnya lebih dulu disunnahkan untuk mendahulukan orang yang
jauh dari pada dirinya sendiri, karena untuk menghormatinya.
Begitu juga bagi orang
yang datang belakangan apabila mempunyai kebutuhan, keperluan yang sifatnya
wajib dan orang yang lebih awal mengerti akan keadaanya maka hendaknya ia
didahulukan, diutamakan. Atau ustadz memberikan sebuah isyarat untuk
mengutamakannya karena adanya kemaslahatan, kebaikan yang tersembunyi di
dalamnya maka ia disunnahkan untuk diutamakan.
Mendapat giliran lebih awal sebenarnya bisa
diperoleh dengan cara datang lebih awal pada majelis, forum yang dipakai oleh
ustadz untuk melakukan transformasi keilmuan. Dan hak yang diiliki oleh
seseorang tidak akan pernah gugur sebab perginya orang tersebut karena
sesuatu yang bersifat dlarurat, misalnya menunaikan hajat, memperbarui wudlu’
dengan ketentuan apabila ia kembali pada tempat semula.
Apabila ada dua orang yang saling mendahului
atau saling rebutan tempat, maka hendaknya keduanya di undi, atau ustadz yang
menentukan mana yang lebih dulu berhak menempatinya, apabila salah satunya
melakukan perbuatan yang baik.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam hal ini saya sudah sedikit
melakukan seperti antri dalam melakukan ngaji sorogan sampai mendapat giliran.
Sebelas, Menjaga kesopanan duduk
dihadapan ustadz ketika mengikuti kegiatan belajar dan juga harus memperhatikan
kebiasaan, tradisi yang selama ini dipakai, diterapkan oleh ustadz dalam
mengajar.
Santri hendaknya kitab
ustadznya yang hendak dibacanya bersama-sama dengan kitabnya sendiri dan
membawanya dengan kedua tangannya dan tidak boleh meletakkan kitabnya ustazd di
atas tanah dalam keadaan terbuka ketika hendak dibacanya. Bahkan sang santri
harus membawa dengan tangannya sendiri, ia tidak diperbolehkan membaca kitab
ustazd kcuali atas izin beliau, disamping itu sang santri tidak boleh membaca
kitab ketika hati sang ustadz sedang kalut, bosan, marah, susah dan sebagainya.
Apabila ustazd memberikan
izin, maka santri sebelum membaca kitab hendaknya membaca, taawwudz,
basmalah, hamdalah, sholawat kepada nabi saw, keluarganya, para sahabatnya,
kemudian mendoakan kepada ustazdnya, orang tua para gurunya, dirinya sendiri,
kaum muslimin semuanya. Dan memintakan rahmat kepada allah untuk
pengarang kitab ketika membacanya.
Dan apabila pelajar mendoakan ustazdnya, maka
hendaklah ia mengucapkan kata-kata : mudah-mudahan Allah meridhoi kalian semua,
guru-guru kami, pemimpin kami dan sebaginya. Dan semua doa yang dipanjatkan
oleh santri semuanya dikhusukan untuk gurunya.
Apabila santri telah selesai belajar, hendaknya
ia juga mendoakan terhadap ustazdnya. Apabila santri tidak memulai dengan hal
hal yang telah disebutkan diatas, baik karena lupa atau karena kebodohannya
sendiri, maka hendaknya ustazd mengingatkan terhadap santri tersebut,
mengajarinya, dan mengingatkannya, karena hal itu termasuk etika, akhlak yang
paling penting.
Refleksi dari kata kata tersebut : saya sudah melakukan walau tidak
sempurna karena proses belajar seperti
sopan di depan guru.
Dua belas, Menekuni pelajaran
secara seksama dan perhatian dan tidak berpindah pada pelajaran yang lain
sebelaum pelajaran yang pertama bisa difahami dengan baik, tidak boleh pindah
baik dari negara ke negara yang lain, atau dari satu madrsah kemadrasah yang
lainkecuali darurat dan ada keperluan yang sangat mendesak,. Karena hal itu
akan menimbulkan berbagai macam persoalan, membuat hati menjadi resah, gundah
dan menyia-nyiakan waktu dengan percuma tampa ada hasilnya.
Hendaknya santri selalu pasrah dan berserah
diri kepada Allah, ia tidak boleh menyibukkan dirinya dengan masalah rizqi,
permusuhan dan bertentangan dengan seseorang, menjauhkan diri dari pergaulan
orang-orang yang ahli dalam hal bicara, ahli kerusakan, maksiat dan orang-orang
yang tidak mempunyai pekerjaan tetap (pengangguran). Karena berdampinganag,
hidup bertangga dengan orang-orang seperti itu pasti menimbulkan ekses, dampak
yang negatif.
Hendaknya
pelajar ketika sedang belajar hendaknya menghadap kearah kiblat, banyak
mengamalkan, melakukan tradisi-tradisi rasululah SAW, mengikuti ajakan
ahli kebaikan, menjauhkan diri dari doanya orang yang dianiaya (madzlum),
dan memperbanyak shalat dengan segala kekhusukan.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam hal ini saya
sudah melakukannya karna pelajarannya sudah terjadwal dan saya tetap berusaha
yang lebih baik lagi.
Tiga belas, Bersemangat
dalam menggapai kesuksesan dengan diwujudkan pada akegiatan-kegiatan yang
positif dan bermanfaat serta berpaling dari keresahan yang mengganggu,
meringankan biaya. Selain itu santri juga harus membentuk hasil-hasil
pendidikanya sebagai suatu nasehat dan peringatan yang berharga pada dirinya,
sehingga ilmu itu bisa membawa berkah dan bersinar serta mendapat pahala yang
luar biasa.
Bagi orang-orang yang tidak mampu mewujudkan,
implementasi, maka berarti ia tidak memiliki ilmu yang mumpuni, kalaupun toh
memilki ilmu, maka ilmunya kurang bermanfaat.
Hal-hal seperti itu telah banyak diuji cobakan
oleh sekelompok ulama’ salaf. Ilmu yang dimiliki oleh santri hendaklah hal itu
tidak membuat dirinya menjadi sombong, terlalu membanggakan terhadap kekuatan
akal yang ia miliki. Bahkan semestinya ia wajib bersyukur kepada Allah SWT,
selalu mangharapkan tambahan ilmu dari-Nya dengan cara mensyukuri secara terus
menerus, santri hendaknya menebarkan, menyebar luaskan salam , menampakkan
sifat kasih akung dan menghormatinya, serta menjaga diri dari hak-hak yang
dimilki oleh teman, saudara, baik seagama atau seaktifitas. Karena mereka
adalah orang orang yang ahli ilmu, membawa dan mencari ilmu, berusaha melupakan
terhadap segala kejelekan mereka, serta memaafkan segala kekeliruan dan
menutupi kejelekan mereka dan mensyukuri terhadap terhadap orang-orang yang
berbuat bagus dan mengampuni orang yang berbuat kejelekan.
Refleksi dari kata kata tersebut : dalam hal ini saya masih kurang karena
masih sering melakukan dosa sehingga hanya penyesalan yang saya dapat dengan
ngaji kitab ini saya berusaha untuk
merubah kepribadian saya lebih baik.
BAB LIMA
AKHLAQ USTADZ TERHADAP DIRI
SENDIRI
Mengenai akhlaq ustazd kepada diri
sendiri ada dua puluh akhlaq, yaitu , hendaknya seorang ustazd :
Satu, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada
Allah SWT, baik ditempat yang sunyi atau ramai. Pengertian muraqabah ialah
melihat Allah dengan mata hati dan menghubungkannya dengan perbuatan yang
dilakukan selama ini, kemudian mengambil hikmahnya atau jalan yang terbaik bagi
dirinya dengan mempertimbangkan dan merasakan tentang adanya pemantauan Tuhan
kepadanya. Salah satu ciri muraqabah menurut Zunnun Al Misry adalah
mengagungkan apa yang diagungkan oleh tuhan dan merendahkan apa yang
direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu dari sekian banyak
tingkatan dan langkah dalam kesufian, selain khuf, raja’, tawadlu’, khusu’, zuhud’,
dan sebagainya ( Lihat Risalah Al Qusyairiya: 189-191 ).
Dua , Senantiasa berlaku khauf ( takut kepada
Allah ) dalam segala ucapan dan tindakanya, baik ditempat yang sunyi atau
tempat ramai, karena orang yang alaim (ustazd) adalah orang yang selalu dapat
menjaga amanat, dapat dipercaya terhadap sesuatu yang dititipkan kepadanya,
baik itu berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah. Sedangkan
kebalikan dari hal tersebut diatas dinamakan khianat. Allah telah berfirman
dalam Al Qur’an yang artinya :
Janganlah
kalian semua mengkhianati terhaap Allah dan rasul-Nya dan engkau semua telah
mengkhianati terhadap amanat-amanat kalian , sedangkan engkau mengetahuinya.
Maksud dari khauf disini adalah takut terhadap
kemungkinan azab dari Tuhan, didunia atau diakhirat. Dasar yang diapaki adalah
firman Allah dalam surat Al Imran ayat 175, tujuannya adalah agar manusia bisa
mempertimbangkan tingkah lakunya. Abd. Qasin mengatakan, “ siapa yang takut
kepada sesuatu, maka ia akan berlari darinya, tetapi takut kepada Allah justru
semakin mendekati-Nya ( Risalah Al Qusyairi, 125-126 ).
Tiga, Senantiasa bersikap tenang
Empat, Senantiasa bersikap wira’i.
Wira’I menurut Ibrahim ibn Adham, adalah
meninggalkan setiap perkara subhat sekaligus meninggalkan setiap perkara yang
tidak bermanfaat yakni perkara yang sia-sia. Sedangkan menurut Yusuf ibn Abid,
wara’ adalah keluar dari setiap perkara subhat dan mengoreksi diri dalam setiap
keadaan. ( Risalah Qusairi, 109-111 )
Lima, Selalu bersikap tawadlu’.
Syaikh Junaidi menyatakan bahwa, tawadlu’
adalah merendahkan diri terhadap makhluq dan melembutkan diri kepada mereka ,
atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah , hukum, dan
kebijaksaan. ( Risalah Qusairi, 145-148 ).
Enam, Selalu bersikap khusu’ kepada Allah SWT.
Salah satu isi surat yang ditulis oleh
imam Malik kepada Harus Al Rasyid adalah :” Apabila engkau mengerti
tentang ilmu , maka hendaknya engkau bisa melihat pengaruh yang ditimbulkan
oleh ilmu tersebut, wibawa, tenang dan dermawa. Karena Rasulullah telah
bersabda bahwa : para ulama’ itu pewaris para nabi “.
Sahabat Umar berkata :” Pelajarilah ilmu dan
pelajarilah bersama-sama sehin gga bis menimbulkan sifat wibawa dan sifat
tenang “. Sebagian ulama’ salaf mengakatakan bahwa :” kewajiban orang-orang
yang mempunyai ilmu adalah selalu merendahkan diri kepada Allah AWT, baik
ditempat sunyi atau ditempat ramai, menjaga terhadap dirinya sendiri,
menghentikan setiap sesuatu yang dirasa menyulitkan dirinya sendiri.
Maksud dari khusu’ di atas adalah stabilnya
hati dalam menghadap kebenaran, namun sebagian ulama yang menagatakan bahwa
khusu’ adalah membelenggu mata dari melihat sesuatu yang tidak pantas.
Tujuh, Menjadikan Allah sebagai tempat meminta
pertolongan dalam segala keadaan.
Delapan, Tidak menjadikan ilmunya sebagai
tangga untuk mencapai keuntungan yang besifat duniawi, baik berupa jabatan,
harta, didengar oleh orang banyak, terkenal, lebih maju dibandingkan dengan
teman yang lainnya;
Sembilan, Tidak mengagungkan santri-santri
karena berasal dari anak penguasa dunia ( pejabat, konglomerat, dan lain-lain)
seperti mendatangi mereka untuk keperluan pendidikannya atau bekerja untuk
kepentingannya, kecuali jika ada kemaslahatan yang bisa diharapakan yang
melebihi kehinaan ini, terutama guru pergi kerumah atau letempat-tempat orang
yang belajar kepadanya ( santri ), meskipun murid itu mempunyai kedudukan yang
angat tinggi, pejabat tinggi dan sebagainya.
Bahkan yang harus dilakukan oleh seorang guru
adalah ia harus mampu menjaga kewibawaan ilmu yang ia miliki, seperti yang
telah dilakukan oleh para ulama’ salafussalihin. Berita yang berhubungan dengan
mereka sangat baik , tidak pernah ada berita yang mendiskriditkan mereka ,
karena mereka mampu menjaga ilmunya dari godaan dunia, walaupun mereka tidak
pernah mengambil jarak terhadap para penguasa masa itu atau yang lainya.
Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin
Anas, suatu ketika beliau mendatangi raja Harun Al Rasyid untuk berkunjung
kekediamannya , kemudian Harun Al Rasyid berkata kepadanya :” Hai Aba Abdillah,
seharusnya engkau mondar mandir ketempat tinggalku ini sehingga anak-anaka
kecilku bisa mendengarkan kitab Muattha’ darimu. Iamam Malik berkata :
mudah-mudahan Allah memberikan berkah kepadamu wahai raja Harun Al Rasyid,
sesungguhnya ilmu ini telah menyebar ditengah masyarakat.
Apabila engkau memulyakan ilmu ini maka ia akan
menjadi mulia, namun sebaliknya apabila meremehkan ilmu ini , maka ia pun akan
dihina oleh orang. Ilmu pengetahuan harus didatangi oleh orang yang mencarinya,
bukan sebaliknya ilmu yang mendatangi pelajar ( santri ), kemudian Harus Al
Rasyid berkata, engkau benar. Keluar kalian semua dimasjid-masjid sehingga
kalian semuanya bisa mendengarnya bersama orang lain.
Al Zuhry berkata :” sebuah kehinaan bagi ilmu
apabila ia dibawa olrh orang-orang yang alim kerumah-rumah muridnya, kecuali
ada hal-hal yang memaksanya, atau dalam keadaan dlarurat, serta adanya
kemaslahatan yang lebih banyak dari pada mafsadat ( kerusakan ) nya. Maka untuk
memberikan ilmu diirumah orng yang membutuhkannya tidak akan menjadi
masalah ( dosa ) selam alasan atau illat tersebut masih ada.
Argumentasi ini juga dipaakai oleh sebagian ulama’ salaf untuk menyebarkan ilmu
.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa barang
siapa yang mengagungka ilmu , maka ia akan di agungkan oleh Allah SWT, dan
barang siapa yang meremehkan ilmu, maka ia akan dihina oleh Allah. Hal ini
sudah banyak dan terbukti di tengah-tengah masyarakat.
Wahb bin Munabbah telah berkata :” ulama’
sebelum kita , mereka semuannya merasa cukup dengan ilmu yang mereka
miliki sehingga mereka tidak membutuhkan harta dunia, karena mereka sangat
mencintai terhadap ilmu. Sedangkan orang-orang yang ahli ilmu, orang yang
pandai, cendikiawan, kaum cerdik pandai pada zaman sekarang, mereka mengabdikan
ilmunya kepada orang-orang yang bergelimangan dengan harta dunia, para
konglomerat, para pejabat, karena mereka sangat mencintai pada harta dunia
mereka, sehingga mereka menjadi orang –orang yang kaya raya namun selalu zuhud
terhadap ilmu yang ia miliki , hanya memiliki sedikit ilmu ketika
mereka melihat posisi dirinya yang tidak menguntungkan, lantas menjual
ilmu demi kemewahan harta dunia.
Dalam sebauh syair, Al Qadli Abu Al Hasan
mengatakan :
……
……
Sepuluh, berakhlaq dengan zuhud terhadap
harta dunia, dan hanya mengambil sedikit dar idunia hanya sekedar memenuhi
kebutuhan hidupnya semata, tidak membahayakan terhadap dirinya sendiri,
keluarganya, dengan cara sderhana dan selalu qana’ah.
Penegrtian zuhud di sini adalah menolak
kesenangan atau kecintaan. Sedangkan menurut Abu Sulaiman Ad Daroni zuhud
adalah meninggalkan segaka sesutau memalingkan diri dari Tuhan. Atau ,
mengosongkan hati dari dorongan ingin tambah lebih dari kebutuhan dan
menghilangkan ketergantungan terhadap makhluq. Jelasnya zuhud adalah menganggap
remeh terhadap dunia dan segala perhiasan serta urusannya. Dengan hati seperti
ini orang yang zuhud tidak akan terpikat oleh persoalan duniawi dan tidak
merasa sedih atas kekurangannya , sehingga ia menjadi lebih bisa berkonsentrasi
dalam zikir kepada Allah SWT dan kehidupan akhirat.
Paling sedikit derajatnya orang yang alim
(ustazd ) adalah meninggalkan semua hal-hal yang berhubungan dengan harta
duniawi dan menganggap sebagai barang kotor, karena ia lebih mengetahui
terhadap kerendahan harta dunia, harta dunia sering menimbulkan fitnah,
pertengkaran antar sesama, cepat musnah dan untuk memperoleh harta dunia
diperlukan kerja extra keras, dan susah payah, sebagai seorang guru sudah
semestinya tidak terlalu memperhatikannya , apalagi sampai memperhatikan dan
menyibukkan diri dengan urusan dunia.
Diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW, :”
sungguh sangat mulia sekali orang oramg yang bersikap qana’ah, menerima apa
adanya terhadap harta dunia,. Dan sungguh hina sekali orang yang selalu tama’,
mengharapkan terlalu berlebihan pada harta.
Diriwayatkandari syafi’I r.a. :
seandainya orang yang berwasiat hanya pada orang yang cerdas akalnya, maka
niscaya wasiat tersebut akan diarahkan, diberikan kepada orang orang yang ahli
zuhud ( tapa ). Aku bersumpah pada pribadi aku sendiri : Siapakah yang
lebih berhak untuk diberi rahmat berupa kelebihan akal dan kesempurnaan akal
dari pada ulama’ .
Yahya bin Mu’az berkata:” seandainya harta
dunia itu berupa mas murni dan akhirat itu berupa pecahan genting ( kereweng )
yang bersifat abadi ( kekal ), maka niscaya orang-orang yang mempunyai akal
akan lebih suka memilih pecahan genteng yang tahan lama dari pada emas murni
yang punah , hilang tak berbekas.
Terus bagaimana jadinya sekarang, dalam
kenyataan , bahwa ; harta dunia itu ibarat pecahan genting yang cepat
hancur , sedangkan akhirat ibarat mas murni yang tidak pernah hancur, kekal
selama-lamanya.
Sudah sepantasnya bagi orang-orang yang
mengerti, bahwa harta dunia itu akan di tinggalkan oleh pemiiknya dan di
tinggalkan pada ahli warisnya, disamping itu banyak musibah yang menghantam,
dan menimpa pada harta benda, bahwa sifat zuhudnya mestinya lebih tinggi, kuat
di abndingkan dengan kecintaannya pada harta dunia, meninggalkkan harta
mestinya lkebih diprioritaskan dari pada mencari harta .
Sebelas, Menjauhkan diri dari usaha—usaha yang
rendah dan hina menurut watak manusia, juga dari hal-hal yang dibenci oleh
syari’at atau adat istiadat
(
kebiasaan ). Seperti berbekam ( mengeluarkan darah dari anggota badan dengan
menggunakan alat melalui kepala atau tengkuk ), menyamak kulit, penukaran mata
uang ( money Changger ), tuang membuat emas dan sebagainya.
Dua belas, Menjauhkan diri dari tempat-tempat
yang kotor ( maksiat ) , meskipun tempat tersebut jauh dari tempat keramaian,
dan tidak berbuat sesuatu yang dapat mengurangi sifat muru’ah ( menjaga diri
dari hal-hal yang tidak terpuji ) dan tidak diperbolehkan ukuran zahir, walupun
dalam segi bathinya di perbolehkan, karena hal itu akan menimbulakn dampak,
ekses yang kurang baik terhadap dirinya, kewibaannya, dan menjadi bahan
perbincangan yang jelek bagi orang lain sehingga menimbulkan dosa bagi orang
yang mengolok-oloknya.
Apabila hal itu terjadi hanya secara kebetulan
belaka, karena adanya hajat, keperluan atau yang lainya, maka hendaknya ia
memberitahu kepada orang yang melihatnya dan menjelaskannya tentang hukum ,
alasannya serta maksud kedatangannya, sehingga orang lain tidak mersa berdosa
atau menghindarkan diri sehingga ia tidak bisa mengambil manfaat dari sebuah
ilmu, dan hendaknya hal itu bissa dipakai pelajaran bagi orang-orang yang
bodoh.
Berkenaan dengan hal ini, rosulullah berkata :
surtu ketika ada dua orang laki-laki yang berpapasan dengan nabi Saw, ketika
beliau bersama-sama dengan Shafiyyah binti Huyay, kemudia meeka berdua berjalan
denga pelan-pelan, kemudian ia berkata : perempuan itu adalah Shafiyah binti
Huyay. Kemudian nabi berkata : sesungguhnya syaitan itu masuk kedalam diri
manusia ( keturunan Adam ) melewati peredaran darah, aku kuatir syaitan
menjatuhkan sesuatu dalam diri mereka berdua sehingga mereka menjadi rusak “.
Tiga belas, menjaga dirinya dengan Beramal
dengan memperhatikan syi’ar syiar islam dan zahir-zahir hukum, seperti
melakukan shalat berjamaah dimasjid, menyebarkan salam baik kepada orang khusu
atau umum, amar ma’ruf nahi munkar dan sebagianya sera sabar dalam menerima
cobaan.
Berkata yang hak, mengatakn kebenaran kepada
para penguasa, para pejabat, dan sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada
allah SWT dan tidak takut kepada cercaan dan caci makian orang lain, serta
terus menerus mengingat firman Allah yang berbunyi ; Dan bersabarlah engkau
atas sesuatu yang telah menimpamu, sesungguhnya pada perkara tersebut terdapat
perkara yang meguatkan.
Dan hal-hal yang telah terjadi pada rasul dan
para nabi yang lain misalnya merekaselalu bersabar atas cobaan yang menimpa mereka,
dan perkara yang mereka tanggung karena allah, seperti ingkarnya pengikut pada
nabi seperti kisahnya nabi Adam dan anak-anaknya, nabi Tsis serta kaumnya, nabi
Nuh dan Hud beserta kaumnya, nabi Ibrahim ketika berhadapan dengan raja Namrud
dan ayahnya, nabi Ya’qub bersama anaknya, nabi Yusuf bersama
saudara-saudaranya, nabi Ayyub serta cobaan yang beliau terima dari Allah SWT,
nabi Musa bersama bani israil ketika mereka telah selamat dari laut merah ,
nabi Isa ketika bersama para kaumnya yang mendapat hidangan, santapan makanan
langsung dari lagit., dan Nabi Muhammad SAW beserta kaumnya , para sahabatnya
ketika membagi harga ghanimah ( rampasan ) dalam perang hudaibiyah.
Kemudian nabi berkata ; mudah-mudahan Allah mengasihi saudara aku yakni nabi
Musa a.s. , ia telah di coba oleh Allah dengan lebih banyak cobaan dari yang
aku terima namun ia tetap sabar, kemudian hal-hal yang telah dialami oleh
sahabat Abu Bakar, ketika beliau di tinggal mati oleh nabi SAW dan para
sahabatnya, kemudian ketika menghadapi orang-orang yang murtad, kemudian
hal-hal yang dialami oleh para sahabat , seperti berbuat kasarpada orang yang
kasar karena perbedaan pandangan yang terjadi dianatara mereka, kemudian para
tabi’in dan pengikutnya tabi’in sampai sekarang ini. Pada diri mereka
mengandung suri tauladan, uswah yang baik yang patut di contoh sebagai pelajar.
Empat belas, Bertindak dengan menampakkan
sunnah-sunnah yang terbaik dan segala hal yang mengandung kemaslahatan kaum
muslimin melalui jalan yang dibenarkan oleh syari’at agama islam, baik
dalam tradisi atau pada watak.
Seorang ustazd tidak boleh rela, hanya
melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat lahiriah dan bathiniah
semata, bahkan ia harus memaksa dirinya untuk melakukan hal yang terbaik dan
sempurna, karena ustazd merupakan panutan , mereka di pakai sebagai
barometer, sumber rujukan dalam setiap permasalahan yang berhubungan
dengan hukum.
Ustazd adalah hujjatullah terhadap orang-orang
yang tidak mengerti ( bodoh ) , dan terkadang gerak gerik mereka
selalu diawasi, dipantau tampa sepengetahuan mereka., sehingga
nasehat-nasehat mereka selalu diikuti, dianut oleh orang yang tidak menegerti.
Apabila ustazd tidak bisa mengambil sebuah
manfaat dari ilmu yang ia miliki sendiri , apalagi orang lain , tentu lebih
tidak bisa memanfaatkan ilmu. Oleh karena itu kesalahan, kekeliruan walaupun
hanya kecil akan berubah menjadi sesuatu yang sangat luar biasa , karena adanya
unsur saling keterkaitan dari kerusakan itu karena ustazd adalah
barometer, tolak ukur yang sudah barang tentu ia akan menjadi panutan
bagi orang –orangt awam, kalau ia berbuat salah maka ia akan diikuti orang
banyak sehingga menjadi dhollu wa adlollu, sesat menyesatkan lagi.
Lima belas, membiasakan diri untuk melakukan
kesunahan yang besifat syari’at, baik qauliyah atau fi’liyah. Seperti membaca
al Qur,an, zdikir kepada Allah SWT baik didalam hati atau lisan , membaca do’a
dan zikiran kepada Allah baik siag atau malam, menunaikan shalat dan puasa,
melaksanakan ibdah haji kalau memungkinkan dan sebagainya.
Membaca shalawat kepada nabi, mencintainya,
mengagungknnya, memulyakannya, dan memakai etika dan sopan santun yang
baik ketika mendengar nama beliau, dan tradisi-tradisi beliau
disebutkan.
Enam belas, Bergaul dengan orang lain dengan
akhlaq yang baik seperti menampakkan wajah yang berseri-seri, ceria,
menyebar luaskan salam , memberikan makanan, menahan rasa amarah dalam jiwa,
menahan diri agar tidak menyakiti orang lain, menanggung dan bersabar apabila
disakiti oleh orang lain, mendahulukan oramg lain, tidak meminta orang
lain supaya mengutamakan dirinya, mengabdi kepada orang lain, tidak mau dirinya
dijadikan sebagai tuan, mensyukuri terhadap kenikamatan yang telah diberikan
oleh Allah kepada dirinya, membuat dirinya sendiri menjadi tenang, berusaha untuk
memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, mempertaruhkan jabatan, pangkat
untuk menolong orang lain , belas kasihan kepada fakir miskin, selalu
mengasihi kepada para tetangga, sanak kerabat, selau mengasihi kepada
para murid, menolog dan berbuat baik kepada meeka. Apabila ustazd melihat
sseorang yang tidak bisa mengerjakan shalat, bersuci dengan sempurna atau
keawjiban-kewajiban yang lain, maka ia memberikan pengarahan, petunjuk dengan
lemah lembut, sebagaimana yang telahdilkaukan oleh nabi kepada orang-orang
a’raby ( orang dusun ) ketikaia kencing di dalam masjid, dan bersama Mu’awiyah
bin Hakam ketika dalam keadaan shalat sambil berbicara.
Tujuh belas, membersihkan hati dan tindakanya
dari akhlaq-akhlaq yang jelek dan diteruskan untuk merealisasikanya dalam
perbuatan-perbuatan yang konkrit dan baik. Termasuk akhlaq yang tidak baik,
rendah adalah; hasud, khianat, marah bukan kaena Allah, menipu, sombong, riya’,
membanggakan diri, supaya didengar orang, pelit, angkuh, tamak, menyombongkam
diri sendiri, boros, bermewah-mewahan, berhias diri dihadapan orang lain,
senang di puji oleh orang lain terhadap sesutau yang tidak pernah ia kerjakan,
pura-pura tidak tahu terhadap aibnya sendiri, selau memperhatikan aib orang
lain, urakan, terlalu panatik pada sesuatu selain Allah ( Ta’assub ), suka
membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohobg, berkata jelek, dan
menghina orang lain.
Ustazd harus menghindarkan diri dari
sifat-sifat yang jelek dan budi pekerti yang tidak baik, karena sifat yang
telah disebutkan di atas merupakan pintu dari setiap kejelekan, bahkan seluruh
kejelekan berawal dan masuk dari sifat tersbut.
Sebagian para ulama’ dan para ahli fiqh yang
mempunyai hati yang jelek sebagaian bsear di coba oleh Allah dengan sifat-sifat
tersebut diatas, kecuali orang yang di jaga angsung oleh Allah SWT, terutama
sifat hasud, membanggakan diri sendiri ( ujub ) , riya’ dan sombong.
Beberapa obat dari berbagai macam penyakit ini
telah dijelaskandalam kitab yang memuat tentanh halusnya watak ( kutub al
raqa’iq ). Barang siapa yang hendak mensucikan dirinya dari penyakit tersebut,
maka hendaknya ia memiliki kitab tersebut.
Termasuk kitab yang paling penting dan paling
halus yaitu kitab “ bidayah al hidayah “ karya dari imam Al Ghazali r.a.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit hasud
adalah ; selalu berfikir bahwa hasud itu selalu bertentangan dengan allah
Termasuk cara untuk mengobati penyakit ujub
adalah selalu mengingat bahwa ilmu yang diperolehnya , pehaman yang dimilikinya
, akal yang cerdas dan baik, serta kafasihan lisan dalam mengucapkan kata-kata
dan lainnya , segala kenikmatan yang diperolehnya semuanya berasal dari
allah SWT, dan merupakan amanat yang harus dipergang dan dijaganya supaya bisa
menjaga dengan sebaik-baiknya.
Dan ssungguhnya zdat yang memberi amanat
tersebut untuk dititipkan kepada seseorang adalah Zdat yang Maha kuasa, yang
mampu mengambil dan menariknya dari pemiliknya dalam sekejap mata , tiada
lain adalah selain Allah Yang Maha Luhur. Apakah kalian semua sudah
merasa aman dari dari tipu daya Tuhan, maka tidak ada seorang pun yang aman
dari daya upaya Tuhan kecuali orang-orang yang merugi.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit riya’
adalah selalu berfikir, berangan-angan bahwa semua makhluq yang ada di alam
marca pada ini, dilaut, di angkasa, dan di darat tidak ada yang bisa memberikan
manfaat pada sesuatu yang tidak diputuskan oleh Allah, serta tidak bisa
membahayakan terhadap sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah. Oleh karena
itu kenapa dia menghilangkan, melebur dan menghapuskan terhadap amal ibadahnya
sendiri, membahayakan terhadap dirinya sendiri, melakukan aktifitas, kesibukan
dan berusaha untuk memperhatikan orang yang tidak menguasai, tidak bisa
memberikan kemanfaatan dan bahaya secara hakiki, padahal Allah telah
menampakkan niat dan kejelekan hati pada diri mereka, sebagaimana yang
telah diungkapkan dalam sebuah hadits :
“Barang siapa
yang mempunyai niatan supaya didengar oleh orang lain, maka Allah akan
memperdengarkannya, dan barang siapa yang memamerkan dirinya , maka Allah juga
akan menampakkan sifat pamer orang tersebut”.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit suka
menghina orang lain adalah selalu berangan-angan terhadap firman Allah yang
berbunyi :
“ Dan janganlah
suatu kaum menghina terhadap kaum yang lain, barang kali kaum yang kedua itu
lebih baik dari kaum pertama “.
firman Allah ;
“ Wahai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan engkau dari seorang laki-laki dan
perempuan dan menjadikan engkau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya engkau
saling kenal mengena. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara engkau
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara engkau. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang. ( Q.S. Al Hujurat; 13 )
Dan firman allah ;
“ dan
janganlah kalian memuji terhadap diri sendiri karena sesungguhnya Allah
lebih mengetahui orang-orang yang lebih taqwa “.
Sebab terkadang orang yang dihina itu hatinya
lebih bersih disisi Allah dan lebih suci tindak tanduknya, amal perbuatannya
dan niatnya lebih ikhlas, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah sya’ir ;
Janganlah
engkau menghina orang yang hina di dunia ini
Terkadang orang
yang hina itu justru lebih mulia
Allah itu merahasiakan tiga perkara dalam
tiga perkara juga, yaitu ;
Satu, kekasih Allah dalam hambanya,
Dua, ridha Allah dalam rasa taat dan taqwa,
Tiga, murka allah didalam maksiat kepada Allah.
Termasuk salah satu kategori akhlaq mardliyyah,
akhlaq yang di ridhai oleh Allah adalah memperbanyak taubat, ikhjlas, yakin,
taqwa, sabar, ridha, qana’ah ( menerima apa adanya ) , zuhud, tawakkal,
menyerahkan diri kepada Allah, hati yang baik, berprasangka baik, memaafkan,
budi pekerti yang baik, melihat hal-hal yang bagus, mensyukuri terhadap nikmat
Allah, kasih akung terhadap makhluq Allah, memiliki sifat malu baik kepada
Allah, manusia, takut dan mengharap kepada Allah.
Mencintai Allah
( mahabbah ila Allah ) salah satu kunci untuk memiliki
sifat-sifat yang baik , rasa cinta, mahabbah kepada Allah akan bisa
diaktualisasikan dengan cara mencintai dan menjalankan tradisi-tradisi yang
telah dijalankan oleh baginda rosulillah SAW, karena allah sendiri telah
berfirman dalam Al Qur’an;
“ Katakanlah
hai Muhammad, apabila kalian semua mencintai Allah, maka ikutlah kalian
kepadaku maka Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni
segala dosa-dosa kalian “.
Delapan belas, senantiasa bersemangat dalam
mencapai perkembanagn keilmuan dirinya dan berusaha dengan bersungguh sungguh
dalam setiap akitivitas ibadahnya, misalnya membaca, membacakan orang lain,
muthalaa’h, mengingat-ingat pelajaran, memberi makna kitab, menghafalkan, dan
berdiskusi dan tidak menyia-nyiakan umurnya dan waktunya sehingga tidak
ada waktu yang terbuang kecuali dalam kerangka thalabul ilmi, kecuali hanya
sekedar untuk keperluan ala kadarnya ( hajatul basyariyah ), seperti makan,
minum, tidur, istirahat karena bosan atau penat, melaksanakan kewajiban
suami istri, menemui orang yang bersilatur rahim, mencari maisyah, kebutuhan
hidup yang diperlukan oleh setiap manusia, sakit, dan sebagainya serta
aktifitas-aktifitas diperbolehkan .
Sebagian ulama’ salaf , mereka tidak pernah
meninggalkan untuk mempelejari, menelaah dan mengkaji kitab salaf hanya karena
menderia penyakit yang tidak terlalu berat ( ringan ), bahkan mereka mengharapkan
kesembuhan penyakitnya dengan belajar, dan selalu melakukan aktifitas ilmu
selama memungkinkan. Rasulullah sendiri telah bersabda :
“
Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dari niat, karena derajat sebuah
ilmu merupakan warisan derajatnya para nabi “.
Keluruhan derajat sebuah ilmu tidak akan
bisa diraih oleh pelajar kecuali dengan kesulitan dan masyaqqat.
Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan riwayat
dari Yahya Bin Katsir, ia berkata ; bahwa ilmu tidaka bisa dikuasai
hanya dengan santai dan ongkang-ongkang kaki.
Dalam hadits yang lain juga disebutkan bawa :
surga itu selalu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu.
Dalam sebuah syi’ir dikatakan , bahwa :
Keluhuran ilmu
tidak bisa engkau kehendaki dengan biaya yang murah
Namun hanya bisa
memperoleh sengatan lebah
Imam Syafi’I r.a. berkata : bahwa kewajiban
orang yang ahli ilmu , orang yang pandai, menguasai banyak ilmu penngetahuan
adalah untuk menyampaikan ilmu yang ia miliki sekuat kemampuanya serta
menujmbuh kembangkan ilmunya, sabar terhadap segala cobaan, rintangan dan
sesuatu yang baru datang ketika dalam pencarian ilmu dan berproses untuk
mencari jati dirinya, selalu di lambarai dengan niat yang ikhlas ketika ia
menggapai sebuah ilmu , baik itu berupa nash ( al Quar’an dan Al Hadits ) atau
dalam istimbath hukum, megambil dalil sebuah hukum berdasarkan syara’, selalu
mencintai Allah SWT dalam rangka membantu orang yang mempunyai ilmu. Nabi
Muhammad telah bersabda : terimalah segala sesuatu yang bisa memberikan nilai
anfa’, manfaat kepada dirimu dan minta pertolonganlah kepada Allah SWT.
Sembilan belas, mengambil pelajaran dan hikmah
apapun dri setiap orang tampa membeda-bedakan status , baik itu berupa jabatan,
nasab, umur dan persoalan yang lainya. Bahkan ia harsu selalu menerima hikmah
itu dimanapun ia berada, karena sesugguhnya hkimah itu adalah iabarat harta
benda orang mukmin yang hilang yang diambilnya dimanapun ia menemukannya.
Sa’ad bin Jubair berkata, seorang lelaki selalu
mendapat sebutan orang yang alim selama ia berusaha untuk belajar, namun
apabila ia meninggalkan belajar dan menyangka bahwa ia adalah orang yang tidak
memerlukan, tidak membutuhkan terhadap ilmu , maka sebenarnya ia adalah orang
yang paling bodoh . Sebagian orang-orang arab membacakan sebuah syi’ir
yang berbunyi :
Orang buta
bukanlah orang selalu lama ketika bertanya
orang
buta yang sempurna adalah
orang yang
terlalu lama diam karena kebodohanya sendiri
adalah sekolompok orang dari ulama’ salaf
, mereka mempelajari dan mengambil ilmu hikmah dan menggunakan kesempatan
kepada para santrinya untuk mencari ilmu ilmu yang tidak mereka miliki,
kemudian hal itu dibenarkan oleh golongan para sahabat dan para tabi’in.
Kemudian kabar
tersebut telah sampa juga kepada baginda Rosulullah SAW dengan melalui Ubayy
Bin Ka’ab r.a., kemudian nabi berkata : aku telah mendapat perintah dari Allah
SWT untuk membacakan kepadamu sebuah surat, yaitu surat lam
yaqunillazina kafarauu . Kemudian para ulama’ berkata bahwa;
termasuk faidah dari ayat tersebut adalah orang yang mulia tidak boleh mencegah
untuk menjadi santri, murid, dan mengambil ilmu dari orang yang lebih mulia.
Al Humady, berkata ; ia merupakan salah
satu dari muridnya imam Syafi’I,. Ia mengatakan bahwa; aku menemani iman
Syafi’I mulai dari kota Makkah sampai ke kota Mesir, aku selalu mengambil
hikmah, yaitu aku menanyakan kepada beliau beberapa masalah , kemudia beliau (
syafi’I ) juga menanyakan masalah hadits kepada aku.
Ahmad bin Hanbal telah berkata ; Imam Syafi’I
berkata kepada aku , kalian lebih alim, lebih mengetahui tentang ilmu
hadits dari pada aku, oleh karena itu apabila ada sebuah hadits yang shahih
tolong sampaikan pada aku , dan aku akan mengambilnya.
Dua puluh, membiasakan diri menyusun atau
merangkum kitab, jika memang mempunyai keahlian dalam bidang itu, karena
apabila hal itu dilakukan , maka akan membuat seorang guru selalu
menelaah, mempelajari hakikat keilmuan baik yang tersurat atau yang tersirat dan
pada akhirnya dapat memperdalam esensi keilmuan dan juga banyak
manfaat yang diperolehnya.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al Khatib
aAl Bagfhdadi, bahwa membuat karya tulis, merangkum, meresume akan menguatkan
hafalan seseorang, mencerdaskan akal fikiran, mempertajam daya nalar ,
mengembangkan argumentasi , mengahasilkan nama yang harum, nama yang baik,
besar pahalanya sampai hari kiamat.
Yang paling utama adalah hendaknya
menprioritaskan sesuatu yang manfaatnya lebih umum sehingga bisa untuk dinikmati
oleh orang lain, disamping itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas..
Dalam membuat kerya tulis , hendaknya jangan
terlalu memperpanjang pembahasan sehingga menimbulkan kebosanan terhadap orang
yang membaca, tidak terlalu pendek sehingga subsatansinya tidak bisa dimengerti
yang membaca, dan selalu menyerahkan , memberikan karya tulisnya yang layak,
pantas untuk diberikan kepada orang lain. Jangan sampai memberikan karya tulis
tersebut sebelum diteliti, di telaah, dan di tashih dengan baik.
Pada masa-masa sekarang ini ,di antara
ummat manusia, pastilah ada orang yang tidak menghendaki, mengingkari
terhadap karya tulis , walaupun karangan itu dihasilkan oleh orang-orang
keilmuanya sudah tidak perlu diragukan lagi, dikenal dikalangan masyarakat
banyak. Dalam kasus seperti ini tidak ada alasan yang dapat dibenarkan
,kecuali ia hanya membual pada masa seperti sekarangf ini. Namu apabila
tidak ada satu alasan pun yang bisa dipakai sebagai pembenar, maka bagi orang
yang menekuni karya tulis menulis , mempunyai profesi sebagai penulis , baik
berupa tulisan sebuah sya’ir, cerita-cerita atau yang lainya, hendaknya ia
tidak di tentang, terlebih lagi apabila yang ditulis adalah sebuah karya yang
bisa di ambil manfaatnya, hikmahnya, seperti menulis ilmu yang berhubungan ilmu
syara’ , dan media atau alat yang dipakai untuk mendalami syari’at agama .
Sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai
keahlian dalam sebuah ilmu pengetahuan, maka diharapkan untuk menigngkari dan
menentangnya, karena didalamnya pasti mengandung unsur pembodohan, dan
menipu orang yang membaca karya tulis tersebut, disamping itu ia
menyia-nyiakan waktunya terhadap sesuatu yang tidak bisa menberikan kontribusi
dan keyakinan yang baik pada dirinya , hal ini mestinya lebih layak dilakukan terhadap
dirinya.
Refleksi pada bab ini saya belum bisa melakukanya karena
belum menjadi ustad atau guru cuman jika saya telah menjadi ustad atau pengajar
saya akan berusaha melakukan yang telah di perintahkan menjadi jati diri
dseorang ustad sesuai perintah kitab ini.
BAB ENAM
AKHLAQ USTAZD
KETIKA MENGAJAR
Ustazd dalam mengajar hendaknya dirinya bersih
dari segala hadts dan kotoran , selain harus berpakaian rapi, memakai
wangi-wangian dan menggunakan pakaian yang pantas dan layak untuk dipakai
ketika abersama dengan teman-teman, dan ustazd yang lainnya. Semuanya itu di
lakukan dengan niatan untuk mengagungkan, mumuliakan dan menghormati ilmu ,
selain itu ketika untuk emnghormati syari’at agama islam dan sebagai upaya
untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada sang penguasa alam , Allah SWT,
menyebarkan ilmu, dan menghidupkan syari’at.
Menyampaikan pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya
yang telah dipercayakan kepada seorang ulama’ dan memerintahkan untuk menyebar
luaskan agaman-Nya. Selalu menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan dengan cara
mengatakan yang benar dan selalu kembalai kepada kebenaran yang haqiqi.
Berkumpul untuk zdikir kepada Allah, menyampaikan salam kepada sesama muslim
dan berdo’a untuk para ulama’ pendahulu kita ( salafussalihin ).
Ketika ustazd keluar dari rumah untuk mengajar,
seorang ustazd hendaknya berdo’a dengan do’a yang telah di ajarkan oleh nabi
Muhammad SAW ;
“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
kesesatan dan disesatkan, dari kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat
zalim dan di zalimi, dari berbuat bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha
Agung, pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah
selain Engkau . Aku mohon penjagaan kepada Allah dan aku tawakkal kepada-Mu.
Tidak ada daya dan kekuatan ( untuk menolak kemaksiatan dan berbuat ketaatan )
kecuali dengan pertolonganmu. Ya Allah, teguhkanlah hatiku dan tampakkan
kebenaran di lisanku “.
Dan jika telah sampai di sekolah ( kelas
) hendaknya seorang ustazd memberi salam kepada para muridnya atau santri, para
hadirin dan duduk menghadap ke arah kiblat ( jika memungkinkan ) , menjaga
sikap dengan baik, tenang, berwibawa, tawadlu’ dan khusu’ sambil duduk bersila
atau duduk di atas kursi dengan baik dan sopan.
Hendaknya seorang ustazd menjaga dirinya dari
hal-hal yang mengurangi kewibawaannya, seperti duduk berdesakan denan yang
lain, memeprmainkan kedua tangannya, memasukan deriji yang satu dengan deriji
yang lain, memperhatikan kesan kemari dengan mempermainkan kdua bola matanya
tanpa hajat.
Selain itu hendaknya seorang ustazd menjauhkan
dirinya dari bersenda gurau dan sering tertawa , karena hal itu mengurangi
kewibawaan dan menjatuhkan harga dan martabat seorang ustazd.
Ustazd hendaknya tidak mengajar di waktu perut
dalam keadaan lapar, haus dan dahaga. Juga tidak sat marah, cemas, ngantuk
ataupun di waktu panas dan dingin yang berlebihan.
Di samping itu ustazd hendaknya duduk dengan
menampaakkan dirinya supaya bis dilihat oleh para santrinya, muri, dan para
hadirin supaya mereka memuliakan seorang guru yang berilmu, tua, kebagusannya,
dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mengutamakannya untuk di jadikan sebagi
imam shalat. Di samping itu harus berbuat dan nerkata-kata dengan bahasa yang
lemah lembut terhadap orang laim dan menghotmati mereka dengan ucapan yang
baik, menampakkan wajah yang berseri-seri dan penghormatan yang sangat luar
biasa.
Ustazd hendaknya berdiri untuk menghormati para
pemimpin islam sebagai ungkapan rasa penghormatan, dan melihat kepada para
hadirin dengan tujuan untuk menghormati ala kadanya saja, terlebih lagi
terhadap orang yang mengajak bicara dan bertanya tentang sesuatu dan orang yang
menemuinya , mereka semua harus didengarkan dengan penuh perhatian dan
konsentrasi meskipun merka orang-orang yang masih kecil dan orang hina dina ,
apabila hal seperti itu tidak di lakukan oleh seorang ustazd maka ia
telahmenampakkan prilaku dan perbuatan orang orang yang sombong.
Ustazd sebelum memulai mengajar, hendaknya di
mulai dengan mengucapkan atau membaca sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan (
mengharap barakah ) untuk kebaikan dirinya sendiri, para santri, orang yang
hadir, kaum muslimin, dan mereka yang membantu kesuksesan pendidikan, seperti
orang yang memberikan waqaf , kalau memang ada orang yang memberikan waqaf dan
sebagainya. Kemudian di susl dengan memabaca ta’awwuzd, basmalah, hamdalah,
shalawat pada nabi dan para pengikutnya, sera meminta kerelaan terhadap
pemimpin kaum muslimin.
Jika pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan
pelajaran yang paling mulia terlebih dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni
mendahuliukan pelajaran tafsir, hadits, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab
mazhab, nahwu dan di akhiri dengan kitab-kitab raq’iq ( kitab yang
memperhalus watak ) supaya santri bisa mengambil pelajaran dari cara-cara
pembersihan hati.
Hendaknya seorang Ustazd meneruskan
poelajaran-pelajaran yang belum diselesaikan dengan baik dan menghentikan pelejaran
jika sudah selesai materi pembahasan. Jangan sampai menyebutkan
pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak memberikan jawaban
yang jelas, baik dalam masalah agama atau pelajaran dan baru di tuntaskan
jawabanya pada materi-materi yang akan datang . Bahkan seorang guru harus
mampu menjelaskan permasalahan secara mendetaild an menyeluruh atau menundanya
sekalian , karena mengandung unsur mafsadat ( kerusakan ), apalagi forum
tersebut di hadiri orang golongan umum baik, kaum cerdika pandai, para ulama’
dan orang – orang awam.
Janganlah memperpanjang dan memperpendek
pelajaran sehingga menimbulkan kebosanan dan kerusakan pemahaman, ketika
belajar selalu menjaga kemaslahatan umum, baik ketika memberikan keterangan dan
penjalasan. Di samping itu janganlah membahas sebuah persoalan kecuali pada
forum-forum resmi, sebuah forum yang di pergunakan untuk pembahasan sebuah ilmu
pengetahuan, tidak boleh memajukan atau menunda jadwal pelaksanaan belajar
kecuali adal kemaslahatan untuk umum.
Juga tidak mengeraskan atau memelankan suara
lebih dari sekedar kebutuhan, namun yang lebih utama adalah bagaimana suara itu
tidak terlalu melebihi batas sehingga terdengar dri luar dan juga tidak terlalu
pelan sehingga para santri, audien sulit untuk mendegarkannya.
Al Khatib Al Baghdadi telam meriwayatkan sebuah
hadits dari nabi SAW : sesungguhnya nabi mencintai suara yang pelan dan samar
dan beliau membenci suara yang keras, nyaring.
Namun di dalam formu tersebut apabila terdapat
orang yang kurang peka pendengarannya, maka tidak ada masalah, dan sah sah saja
untuk mengeraskan suaranya sehingga ia mampu mendengarkannya, di samping itu
tidak boleh berbicara dengqan terlalu cepat, bahkan harus pelan-pelan sambil
berfikir dan di fikirkan juga oleh para mustami’, orang yang mendengarkannya.
Nabi Muhammad, ketika beliau berbicara dengan
orang lain, maka beliau selalu berbicara dengan pelan-pelan, sistematis, dan
terperinci sehingga bisa di fahami oleh orang lain. Beliau ketika mengucapkan
suatu kalimat selalu di ulangi samapi tiga kali maksudnya adalah suapaya mudah
di fahami. Dasn ketika beliau telah selesai dalam menjelaskan sebuah persoalan,
permasalahan, atau pokok masalah , beliau berhenti sejenak untuk memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk mengulangi permasalahan, persoalan
yang telah beliau sampaikan.
Seorang Ustazd hendaknya menjaga ruangan atau
kelasnya dari kegaduhan, keramaian atau pembahasan yang simpang siur yang tidak
jelas arahnya, karena hal itu bisa merubah terhadap lafazd.
Al Rabi’ telah berkata : adalah imam Syafi’I
apabila mengadakan debat, adu argumentasi, mujadalah dengan orang lain ,
kemudian orang itu berpindah pada masalah yang lain sbeblum tuntas, maka iamam
Syafi’I berkata: aku akan menyelesaikan masalah ini baru kemudian berpindah pada
masalah yang engkau kehendaki.
BAB TUJUH
AKHLAQ GURU TERHADAP SANTRI
Enam, meminta terhadap santri untuk senantiasa
mengulangi hafalannya dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti
kaidah-kaidah yang dianggap sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa
hendaknya sang guru senantiasa memberikan informasi yang terkait dengan
pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil yang telah dipelajari. Apabila diantara
mereka memberikan jawaban benar dan tidak takut atau grogi maka berterima
kasilah dan pujilah dihadapan kawan-kawannya agar mereka tergugah semangatnya
untuk mencari tambahan.
Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak
takut unjuk gigi dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat
dengan memberikan iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait
dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa
berterimakasih.
Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang
terkait bahasannya agar siswa faham.
Tujuh, pabila
seorang murid melakukan sesuatu yang belum waktunya dan menghawatirkan maka
dinasehati dengan lemah lembut dan ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya
bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang
tetap.” Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi
yang membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan
mengurangi aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari
sesuatu yang dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan
rekomendasi tulisan yang mengacaukan fikirannya. Jika adaseseorang yang
mengajak bermusyawarah kepadanya baik dari segi kefahaman / hafalan dalam
bacaan fax / buku-buku maka jangan berkomentar sesuatu sehingga dia mencobanya
dan mengetahuinya sendiri apabila dia tidak mampu pada akhirnya, maka
komentarilah dengan sederhana terkait dengan bab yang dimaksud. Apabila dia
sudah mampu memahami satu kitab dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang
sesuai dengan kemampuannya, apabila belum jangan dulu, itu semua karena
memindahkan santri kepeda apa yang seharusnya dipindahkan atau menambah
semangatnya sedangkan menunjukkan kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu
pula tidaklah mungkin bagi santri terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran
atau lebih apabila belum menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting
secara berurutan. Apabila diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang
maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa
diharapkan kelayakannya.
Delapan, hendaklah sang guru tidak menampakkan
menonjolnya pelajar dihadapan kawan-kawan lainnya dengan menunjukkan kasih
akungnya perhatiannya padahal mereka sama sifat, umur / pengalaman ilmu
agamanya kerana itu semua menyakitkan hati, akan tetapi jika diantara mereka
ada yang semangat dan bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah keseponanya
dan terangkan kepada mereka bahwa dia memulyakannya karena sebab itu maka tidak
apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan dan menimbulkan sifat seperti itu begitu
pula tidak boleh mendahulukan salah seorang murid dengan giliran yang lain dan
mengahirkan yang lainnya kecuali bila ada masalahnya bisa menambah maslahah
giliran itu, apabila bisa dimaklumi.
Sembilan, hendaklah lemah lembut kepada para
santri dan menyebutkan santri yang tidak hadir, dengan penuh perhatian,
mengetahui nama-nama mereka, nasab, asal dan mendoakan mereka agar mereka
senantiasa baik, mengawasi tingkah laku dan tatakramanya secara dhohir ataupun
yang batin, jika diantara mereka tampak sesuatu yang tidak layak seperti
melakukan sesuatu yang haram atau makruh, kerusakan, malas atau kurang sopan
baik kepada guru atau orang lain, ataupun banyak membicarakan sesuatu yang
tidak berfaidah, bergaul kepada seseorang yang tidak patut digauli maka
hendakmya sang guru mencegahnya dihadapan yang menyebabkan itu dengan mengarahkannya
dan tidak menyalahkannya. Apabila itu semua tidak dapat menyelesaikan masalah
maka diperingatkan secara rahasia (tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut.
Namun apabila hal itu belum bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan
agak keras berupa kata-kata yang lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan
umum.dan apabila masih belum bisa, maka diusir hingga jera dan mau kembali
apabila jika dia sampai takut sebagian kawan akrabnya yang akan memojokkannya.
Sepuluh,Seorang guru harus juga membiasakan
mengucapkan salam berbicara yang baik, kasih akung, tolong menolong, berbakti
dan bertakwa. Semua itu sebagaimana peran agama terhadap Allah, dan peran dunia
tehadap hubungan manusia untuk menempurnakan dua kehidupan itu.
Sebelas, Seorang guru berusaha untuk senantiasa
memperbaiki murid-murid, dengan perhatiannya, membantunya dengan sekuat tenaga
denangan orentasinya atau kemampuan hartanya tampa terpaksa. Karena Allah SWT
senantiasa akan menolong hamba selam hamba itu mau menolong temannya. Dan
barang siapa memenuhi kebutuhan kawannya, maka Allah SWT pun akan memenuhi
semua kebutuhannya. Barang siapa membantu orang yang miskin, maka Allah akan
memudahkan hisab / hitungannya dihari kiyamat, apalagi menolong orang yang
menunutut ilmu.
Dua belas, apabila pelajar tidak masuk lebih
dari biasanya maka hendaknya ditanyai keadannya kepada kawan yang biasa
bersamanya apabila tidak tahu maka mengutus kawannya atau datangilah sendiri,
karena itulah yang lebih utama.
Apabila ternyata dia sakit maka hendaknya dia
dijenguk, apabila dalam keadaan susah maka membantunya, apabila akan
berpergian, maka perhatikanlah siapa yang menemaninya dan bertanya pada kawan
itu dan menanyakan keperluannya dan mengizinkannya dengan iringan do’a.
ketahuilah bahwa santri yang sholeh akan lebih disukai oleh ilmunya, oleh
gurunya dunia akhirat. Dari pada orang kaya dan
kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu ulama’-ulama’ salaf
senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia baik ketika
hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya bermanfaat, dan
zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka itu sudah cukup disis
Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu orang keorang lain kecuali
akan mendapatkan sebagaimana yang telah diterangkan oleh hadits shohih. Dari
Nabi SAW : apabila anak adam meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga
perkara yaitu shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu
mendo’akannya. Ketiga pin diatas ada pada orang yang mengajarkan ilmu (guru).
Adapun
shodaqoh, maka mempelajari ilmu adalah termasuk shodaqoh, tidaklah kau lihat
sabda Nabi SAW tatkala dalam musholla sendirian “barang siapa
bershodaqoh dengan ini (sholat) maka dia akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan
orang yang mengamalkan ilmu akan mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah
lebih utama dari pada solat jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan
akhirat”. Adapun ilmu yang bermanfaat maka jelas karena guru,
menebabkan semuanya itu kepada orang yang mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Adapun do’a anak yang sholeh (do’a yang baik) terbiasa diucapkan oleh orang
yang ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan kepada gurunya.
Tiga belas,
rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak didiknya selam dia yang
menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya dan lemah lembut. Allah
berfirman kepada nabinya rendahkanlah lambungmu kepada orang miskinyang
mengikutimu, Nabi juga bersabda sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku untuk
senantiasa tawadhu’ tiada ketawaduan kecuali Allah yang mengangkatnya.
Empat belas, bertutur kata kepada sitiap
muridnya apalagi kepada murid senior dan memanggil dengan nama yang baik dan
mengucapkan salam dan saran apabila bertemu dengannya dan memuliyakannya ketika
mereka bertamu dan bertanya dengan lemah lembut tentang keadaannya dan
orang-orang tentang dekat dengannya setelah menjawab salam, menemuinya dengan
muka berseri-seri bahagia ramah dan penuh kasih akung dan melebihkan hal itu
terhadap murid yang diharapkan kebahagiaannya. Itu semua dipahami dari wasiat
Rosulullah SAW bersabda bahwa manusia mengikuti engkau sekalian dan banyak
orang mendatangiku dari semua penjuru untuk mempelajari agama kita mereka
mendatangiku maka titiplah pesan kepada mereka untuk senantiasa berbuat baik.
BAB VI
TATAKRAMA SEORANG
GURU DIDALAM PELAJARANNYA
Seorang guru ketika menghadiri ruangan mengajar (kelas) hendaknya membersihkan
dirinya dari hadast dan kotoran, memakai harum-haruman dan memakai baju
(pakaian) yang selayaknya sesuai dengan mode ketika itu dengan tujuan
mengagungkan nilai ilmu dan menghormati syaria’at. Juga harus berniat
mendekatkan diri kepada Allah dan menyebarkan ilmu serta menegakkan agama Allah
menyampaikan huku-hukum Allah yang diamanatkannya dan diperintahkan
menjelaskannya. Sebaiknya juga bermaksud menunjukkan kebenaran dan
mengembalikan kepada kebajikan. Berniat berkumpul bersama untuk berdzikir
kepada Allah, selain kepada kawan-kawan muslimin dan mendo’akan Ulama’ Salaf.
Apabila dia keluar dari rumahnya sebaiknya berdo’a sebagaimana do’a Nabi
Muhammad SAW
“ Ya Allah….
aku berlindung kepada-Mu dari tersesat atau disesatkan, tergelincir atau
tergelincirkan, mendholimi atau didholimi, bodoh atau dibodohi maha mulya
kekuasaan-MU dan agung pujian-Mu tiada Tuhan selain Engkau.
Kemudian berdo’a :
Dengan menyebut
nama Allah, aku beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, tawakal
kepada-Nya tiada kekuatan daya upaya kecuali dari Allah. Ya Allah tetapkanlah
hatiku, tunjukkanlah kebenaran pada lisanku, dan ku selalu mengingat-Mu.
Sehingga sampai pada kelas.
Apabila telah sampai dihadapan para hadirin maka hendaknya mengucapkan salam
lalu duduk menghadap kiblat jika memungkinkan dengan tenang dan tawadhu’ serta
khusu’ baik dengan bersila atau yang lainnya yang penting sopan. Dan hendaknya
menjaga badannya dari desakan atau main-main atau memandang kesana kemari tampa
tujuan. Hendaknya juga menjahui gurauan atau banyak tertawa, karena hal itu
mengurangi wibawa atau kehormatan. Tidak boleh mengajar ketka sangat lapar, haus,
susah, marah, ngantuk atau sangat dingin atau sangat panas.
Hendaknya duduk ditempat yang bisa dilihat oleh seluruh hadirin dengan tetap
menghormati hadirin yang lebih senor baik dari segi keilmuan, umur, ataupun
kedudukan. Dan mengutamakan sesuai dengan ukuran sebagai imam sholat. Dan lemah
lembut kepada yang lainnya dan menghormatinya dengan tutur kata yang yang
lembut,wajah berseri-seri dan menghormati.
Hendaknya juga ketika akan berdiri dihadapan pembesar kaum muslimin denga
memulyakannya dan memeandang para hadirin sesuai kebutuhan.menatap wajahnya
pada orang yang diajak bicara walaupun dia lebih rendah karena jika tidak
demikian maka termasuk orang-orang yang sombong
Memulai belajar dengan membaca sesuatu dari Al-qur’an untuk mencari barokah dan
berdoa setelah itu untuk dirinya,para hadirin juga seluruh muslimin dan orang
yang mewaqafkan jika itu memang madrasahtanah waqof sebagai balasan kebaikan
perbuatannya dan tercapai cita-ciyanya.kemudia berlindung kepada Alah dari
syaitan yang terkutuk, menyebut nama Allah dan memujinya, sholawat kepada nabi,
keluarga, serta sahabatnya serta meminta ridho kepada muslimin terdahulu.
Apabila pelajaran itu banyak maka dahulukan yang paling utama dan yang paling
penting. Berawal dari tafsirul Qur’an kemudian Hadits, Usuluddin, Usul Fiqih,
kitab-kitab mazhab, dan nahwu dan diakhiri dengan kitab-kitab kecil agar bisa
dimanfaatkan oleh para hadirin untuk membersihkan hatinya, meneruskan
pelajarannya dengan sesuatu yang terkait, berhenti pada tempat yang seharusnya
berhenti, jangan menyebutkan pelajaran yang masih diragukan dan menunda jawaban
dipertemuan yang lain atau mungkin menyebutkan, meninggalkan semuanya karena
itu merupakan matsadah (kerusakan) apalagi pelajaran itu dihadapan orang-orang
tertentu atau orang-orang awam dengan memperpanjang pelajaran sehingga
membosankan / meringkasnya sehingga merasa kurang, jangan membahas satu bab
yang tidak pada tempatnya. Maka jangan mendahulukan dan mengakhirkan kecuali
dipandang ada baiknya.
Jangan mengeraskan suaranya berlebihan tampa ada perlu atau melirihkannya
sehingga tidak terdengar akan tetapi sebaiknya suara itu tidak melebihi satu
majlis dan tidak kurang dari jangkauan hadirin. Sesuai dengan hadits yang dirwayatkan
oleh Khatib al-badadi. Nabi bersabda :
Sesungguhnya
Allah menyukai suara yang lembut dan tidak menyukai suara yang kasar
Apabila ada diantara mereka yang kurang begitu mendengar maka tidak apa-apa
mengeraskan sehingga dia mendengarkannya dan tidak membentak-bentaknya tetapi
mengajar dengan pelan-pelan agar dia berfikir dan mendengarkannya sebagaimana
Nabi SAW merinci kata-katanya agar dapat difahami bagi yang mendengarkannya
beliau juga berbicara satu kalimat bisa diulangi tiga kali untuk memahamkannya
apabila telah selesai pada satu permasalahan maka hendaknya diam sejenak
sehingga dia memulai berbicara lagi.
Menjaga majlis itu dari kesalahan, karena kesalahan bisa merubah kita dan jyga
harus menjaga suara yang keras atau juga tidak membahas sesuatu yang bukan
bahasannya. Imam Robi’ berkata : Bahwa Imam Syafi’I jika didepat oleh seseorang
tentang satu masalah maka beliau berpaling darinya, seraya berkata : aku sudah
pernah membahasnya, kemudian sekarang terserah engkau, dan lemah lembut ketika
perbedaan muncul serta harus bisa mengendalikan emosi.
Hendaknya mengatakan kepada para hadirin bahwa sanya berdebat itu tidak baik
apalagi sudah jelas-jelas kebenarannya, karena maksudnya berkumpul adalah
mencari kebenaran, membesihkan hati dan mencari faedah oleh sebab itu tidak
layak lagi santri berdebat karena akan menyebabkan permusuhan dan marah. Akan
tetapi seharusnya pertemuan itu adalah ikhlas karena Allah SWT agar mendapatkan
kesempurnaan faedah didunia dan kebahagiaan diakhirat sebagaimana disebutkan
dalam Firman Allah:
Agar tampak
suatu kebenaran dan hilanglah suatu kebatilan walaupun dibenci oleh orang-orang
berdosa.
Karena itu dapat difahami bahwa maksud
melenyapkan kebenaran dan menunjukkan kebatilan adalah sifat bagi orang-orang
yang suka melakukan dosa maka takutlah.
Menekankan untuk mencegah santri yang membahas melampui batas/berlebihan dalam
bertatakrama ketika membahas satu pelajaran, atau tidak mau menyadari setelah
tampak satu kebenaran, atau menjerit-jerit tampa faedah atau kurang sopan
kepada kehadiran yang lainnya atau kepada kawannya yang tidak hadir atau merasa
sombong dihadapan seniornya. Begitu pula harus diperhatikan santri yang tidur
atau yang berbicara dengan yang lainnya / tertawa-tawa dengan salah satu
hadirin atau pun mencari kawan lainnya hal itu telah disebutkan pada bab
“tatakrama santri”
Apabila ditanya terhadap sesuatu yang belum diketahui maka hendaknya, jawab :
“aku tak tahu, aku tidak mengerti karena jawaban itu juga termasuk sebagian
dari ilmu. Dari Ibnu Abbas apabila seorang guru salah dalam mengajar.
Muhammad Bin Hakim berkata : aku bertanya pada Imam Syafi’I tentang nikah
mut’ah, apakah didalamnya juga terdapat thalaq atau warisan atau ada kewajiban
nafkah atau ada persaksian ? maka beliau menjawab : “demi Allah aku tidak tahu”
Ketahuilah bahwa sanya perkataan orang yang ditanyai tentang sesuatu dan
jawabannya “aku tidak tahu” tidaklah mengurangi derajad orang tersebut,
sebagaimana prasangka orang-orang bodoh, tapi bahkan itu mengangkat derajadnya.
Karena sesungguhnya hal tersebut adalah suatu pertanda keagungan (kebesaran)
pengetahuan dan kuatnya agama dan ketakwaan kepada Tuhannya, bersihnya hati dan
baiknya alasan (argumentasi) nya.
Dan argumen (pendapat) tersebut sudah diriwayatkan dari golongan Ulama’-Ulama’
Salaf tedahulu. Dan sesungguhnya orang menganggap semua itu mudah
(meremehkannya) maka dia adalah orang yang lemah agamanya dan sedikit sekali
pengetahuannya. Karena sesungguhnya dia takut jatuhnya martabat/derajadnya
dihadapan orang-orang yang hadir (audiens). Dan kebodohan ini adalah tipisnya
(minimnya) agama orang tersebut. Dan ketika kesalahannya sudah tersebar
(terkenal) antara orang-orang maka sesuatu perkara yang akan membuatnya lari
berpaling pasti menimpanya. Dan dia akan menyikapi terhadap orang-orang dengan
cara menjahui hal tersebut (kesalahannya).
Allah mengajarkan ahlak kepada para ulama’ dengan saripati kisah perjalanan
Nabi Musa dengan Nabi Khidir, ketika itu Nabi Musa tidak menolak untuk menimba
ilmu lagi dikala ditanya “apakah ada orang yang lebih pandai dari pada engkau
dibumi ini?”.
Hendaknya kasih akung ditunjukkan pula kepada orang baru yang hadir dimajlis
itu, mempersilahkan dengan lapang dada, karena orang yang baru datang itu
biasanya asing dan bingung, jangan memandanginya terus karena itu membuat dia
terasa tercela. Apabila salah seorang senior bergegas dalam memecahkan masalah
maka hendaknya menahan dahulu sehingga duduk matang.
Dan apabila dia datang dengan membawa suatu masalah maka jelaskan maksudnya,
apabila salah satu senior menghadap sedangkan waktu telah habis dan jama’ah
bergegas meninggalkan ruangan maka tunggulah hingga orang tersebut duduk
dimajlis agar tidak merasa malu dengan bubarnya jama’ah tersebut. Hendaknya
menjaga perasaan jama’ah tentang waktu yang telah ditentukan baik datang maupun
pulang kecuali ada uzur atau kesulitan. Ketika pelajara mulai usai maka
katakanlah “Wallahua’lam” (Allah lebih mengetahui) setelah sebelum itu
mengucapkan kata-kata yang menunjukkan pada akhir pelajaran seperti kata-kata
“kini kita tutup dulu adapun selanjutnya pertemuan yang akan datang Insya’
Allah” atau senada dengan itu. Agar kata-kata Wallahua’lam ikhlas sebagai
dzikir kepada Allah dan diketahui maksudnya. Hendaknya pula ketika memulai
pelajaran dibuka dengan Basmalah. Agar terasa bahwa mengingat Allah pada awal
dan akhir pelajaran. Hendaknya pula diam sejenak tatkala para hadirin yang
berdiri karena disitu ada beberapa faidah yang tercermin dalam sebuah tatakrama
diantaranya yaitu menghindari desak-desakkan, mengantisipasi bila ada seseorang
yang bertanya. Menghindari desakan kendaraan jika memang membawa kendaraan.
Ketika akan berdiri hendaknya berdo’a sebagaimana yang terdapat dalam sebuah
hadits untuk melebur dosa.
Maha suci
Engkau ya…. Allah dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau
dan aku mohon ampunan serta bertaubat kepada-Mu.
Jika memang tidak menguasai materi maka jangan memegang fak itu atau
mengajarkan sesuatu yang dia tidak tahu karena itu semua termasuk mempermainkan
agama dan merendahkan diri dihadapan manusia Nabi bersabda :
Barang siapa
yang menganjurkan sesuatu yang dia belum tahu bagaikan orang yang memakai baju
yang sangat hina.
Sebagian Ulama’ berkata :
Barang siapa
menampakkan sesuatu yang belum waktunya sama juga dia menampakkan nafsunya.
Dari
Abdurrohman RA berkata :
Barang siapa
yang mencari kedudukan yang belum waktunya, maka dia akan selalu terhina karena
walaupun sedikit dari situ akan nampak beberapa mafsadah (kerusakan) karena
para hadirin akan selalu meneliti kebenaran dan menolongnya dan mencegah orang
yang salah.
Dikatakan Dari Hanifah RA ketika suatu saat disalah satu forum yang ada
dimasjid, mereka saling berdebat tentang bahasan Fiqih maka Abu Hanifah berkata
:
Apakah mereka
mempunyai kepala, mereka menjawab tidak, maka beliau berkata lagi, mereka tidak
akan mengerti selamanya bahwa diantara mereka ada yang benar dan ada yang
salah.
Refleksi pada bab ini saya belum bisa melakukanya karena
belum menjadi ustad atau guru cuman jika saya telah menjadi ustad atau pengajar
saya akan berusaha melakukan yang telah di perintahkan menjadi jati diri seorang
ustad sesuai perintah kitab ini dengan pengajaran yang telah di perintahkan
oleh musonef KH Hasyim Asyari.
BAB VII
MENERANGKAN
TENTANG TATAKRAMA SEORANG GURU BERSAMA MURIDNYA
Dalam baba ini dijelaskan ada 14 macam budi pekerti seorang guru terhadap
murid-muridnya.
PERTAMA
Hendaknya dalam mengajar dan mendidik mereka
berharap ridho Allah dan bermaksud untuk menyebarkan ilmu dan mengeksiskan
syari’at dan mempertahankan kebenaran dan keadilan dan melestarikan kebaikan
umat dengan memperbanyak para ilmuan, dan mengharapkan pahala dari orang yang
menyelesaikan belajarnya dan mengharapkan barokahnya do’a mereka kepadanya dan
kasih akung mereka dan memudahkan masuknya ilmu, antara Rosul SAW dan antara
ulama’ dan menganggap bahwa seorang guru adalah termasuk orang yang
menyampaikan wahyu dan hukum-hukum Allah kepada mahluknya sesungguhnya
mengajarkan ilmu termasuk perkara yang penting didalam agama dan derajad yang
tinggi bagi orang-orang mu’min.
Rosulullah SAW
bersabda : Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatnya dan penduduk
langit dan bumi sampai semut yang berada didalam lubangnya mendo’akan kepada
seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. Demi sifat hayat-Mu (Allah
) ini merupakan suatu bagian yang agung, maka mendapatkannya adalah suatu
keuntungan yang besar. Ya Allah janganlah Engkau menghalangi kami dari ilmu
dengan suatu penghalang dan kami mohon perlindungan Mu dari perkara-perkara
yang memutuskan ilmu dan perkara yang mengotorinya dan kendala yang
menghalanginya dan sirnanya ilmu.
KE-DUA
Hendaknya
seorang guru tidak tercegah untuk mengajar muridnya karena tidak ihklasnya niat
muridnya itu. Sesungguhnya bagusnya niat diharapkan dengan barokah ilmu.
Sebagian Ulama’ salaf berkata :“kami menuntut ilmu karena selain Allah,
maka ilmu itu menolak kecuali karena Allah” dikatan : makna kaul
tersebut adalah bahwasanya ilmu dapat diperoleh dengan niat karena Allah karena
apabila niat yang ikhlas disyaratkan ketika mengjar para pemula, yang mana
mereka sulit untuk ikhlas, maka hal itu akan menyebabkan hilangnya ilmu dari
kebanyakan manusia. Akan tetapi seorang guru mengajarkan kepada para pemula
dengan niat yang baik-baik secara pelan-pelan, baik ucapan atau perbuatan, dan
memberi tahu kepadanya, bahwa sesungguhnya dengan bagusnya niat dia akan memperoleh
derajat yang tinggi dari ilmu dan amal dan memperoleh anugerah yang baik, dan
memperoleh berbagai macam hikmah dan terangnya hati dan lapannya dada, dan
memdapat kebaikan dan bagusnya keadaan dan lurusnya ucapan dan tingginya
derajad dihari kiamat. Dan seorang guru menumbuhkan rasa senang pada mereka
terhadap ilmu dan mencarinya dengan masa yang panjang dengan menyebutkan apa
yang telah Allah berikan kepada para ulama’ yang berupa derajad yang tinggi,
sesungguhnya mereka adalah pewaris para nabi dan diatas mimbar dari yang
diharapkan para nabi dan syuhada’ selain itu yang menjelaskan tentang keutamaan
ilmu dan ulama’ adalah ayat-ayat khobar, atsar dab syair-syair, dan sebagiannya
telah aku sebutkan pada bab awal. Dan menumbuhkan rasa senang terhadap ilmu
terhadap apa yang ditetapkan untuk mewujudkan ilmu seperti merngkum sesuatu
yang mudah dan secukupnya dengan perkara dunia dengan sibuknya hati perkara
yang berkaitan dengan dunia dan perkara yang menyibukkan fikiran dan memisahkan
keprihatinan dengan sebab dunia.
Maka berpalingnya hati dari berinteraksi
(berhubungan) ketergantungan akan rakus dengan dunia dan memperbanyaknya dan
merasa suah akan terpisah darinya. Maka mengombinasikan (menyatukan) antara
hati dan ruhnya hanya untuk agamanya saja atau untuk kemulyaan dirinya atas
kedudukannya dan lebih sedikit perasaan dan yang lebih penting untuk
menghafalkan ilmu dan menambahinya.
Oleh karena itu sedikit sekali orang yang
mendapatkan ilmu secara sempurna kecuali orang-orang yang ada dalam dirinya sifat
faqir (sederhana), qona’ah (merasa cukup) dan berpaling pencurian dunia dan
harta benda yang fana (fatamorgana / rusak).
KE-TIGA
Hendaknya
menyukai mencari sesuatu (ilmu) sebagaimana yang dia sendiri menyukainya,
seperti yang telah tercantum dalam hadits dan membenci sesuatu terhadapnya
sebagaimana hadits membencinya. Dan bersungguh-sungguh dalam pencarian (ilmu)
yang baik. Dan menggauli para santri sebagaimana dia menggauli sesuatu pada
anak-anaknya yang mulya dengan kasih akung, berbuat baik, sabar atas keras
kepala atas kurangnya sesuatu yang menimpanya dan tidak menjahui / menyendiri
dari pergaulan manusia. Sama saja tatakrama disabagian masa ini, dan membuat
alasan sekiranya mungkin. Dan menkondisikan semua itu dengan nasehat tutur kata
yang lembut tak kasar atau menganiyayanya. Dengan itu semua bertujuan atas
pendidikannya yang baik dan bagusnya akhlaknya dan pekerti tingkahnya. Apabila
cara mengetahui kecerdasan mereka dengan isyarat saja mak tidak ada kebutuhan /
gunanya dengan cara ibarat (mencontohkan) dan apabila belum paham juga kecuali
dengan terangnya ibarat maka didatangkan cara itu tidak apa-apa. Dan menjaga
diri (bertahan) dari semua yang menjelekkan mereka dan bertutur kata yang halus
dan bertatakrama dengan budi pekerti yang luhur dan mensupport (mendorong) nya
pada budi pekerti yang diridhoi dan memberi wasiat (wejangan) dengan
perkara-perkara yang bagus dan atas hukum-hukum syari’at.
KE-EMPAT
Hendaknya mempermudah para santri menyampaikan
materi dengan semudah mungkin dalam pengajarannya. Dan dengan tuturkata yang
lembut dalam memberi kepahaman, apalagi santri itu keluarga sendiri. Oleh
karena semua itu hanya untuk kebaikan tatakrama dan bagusnya pencarian
asasfaidah dan menjaga dari hal-hal yang langka. Dan tidak boleh menyimpan
(menyembunyikan) bila ditanyai sesuatu karena itu adalah bagian dari dirinya,
karena terkadang hal-hal tersebut membingungkan dan membuat bimbang hati, dan
berpalingnya hati dan menyebabkan kegelisahan / kegusaran. Demikian juga jangan
menyampaikan sesuatu yang bukan bidangnya karena itu dapat membekukan hati
dandengan kefahaman. Apabila santrinya bertanya sesuatu dari hal tersebut dan
tidak menjawab dan tidak memberitahunya maka akan membahayakan dirinya sendiri
dan tidak bermanfaat apabila dia (guru) mencegah hal tersebut dari pada santri
bukan karena bakhil (pelit) tapi karena kasih akung dan karena hanya
menyayanginya, kemudian menyukai hal tersebut dalam bersungguh-sungguh dan
karena untuk mendapatkan sesuatu yang disukai atau yang lain. Imam Bukhori
sungguh-sungguh telah mengatakan dalam kitab “Ar-Robbani” bahwasanya beliau
dalam hal mendidik manusia dengan semudah-mudahnya (kecilnya) ilmu sebelum
mengajarkan kepada mereka yang (besar) yag sulit.
KE-LIMA
Hendaknya bersungguh-sungguh dalam pengajaran
dan memberi kepahaman pada santri dengan mencurahkan daya upaya dan menjelaskan
materi walaupun hanya mendekati arti tidak berlebihandan bukan memberatkan hati
dan yang melampaui batas-batas hafalan. Dan menjelaskan sesuatu yang dimana
ibarat hati menjadi terhenti karena telah mengerti arti tersebut. Dan
mencari-cari hitungan seberapa dia telah mengulang-ulangi. Pertama-tama dengan
menjelaskan gambaran masalah-masalah kemudian memberikan keterangan dengan
sesuatu contoh dan menyebutkan dalil-dalil yang berhubungan dengan itu dan
meringkas dalam pemberian gambaran beberapa contoh dan membuat perumpamaan
(contoh) bagi yang belum menguasai materi (belum ahli) untuk kepahaman dalam
mencerna (mengmbil) contoh-contoh dan dalil-dalilnya. Dan menyebutkan dalil dan
mengambil dalil dari orang yang mempunyainya. Dan menerangkan kepada santri
yaitu makna (arti) yang samar hikmahnya. Dan alasan-alasan dan sesuatu yang
berkaitan dengan masalah tersebut berupa asalnya mupun cabangnya. Dan dari
salah sangka dalam masalah tersebut hukum, pengecualian (pemecahan masalah) dan
memindah ibarat (perumpamaan) yang baik cara penyampaiannya, dan jauh dari
mengurangi derajad seorang ulama’, dan bermaksud menerangkan salah faham
tersebut berupa nasehat dan devinisi pemindahan yang benar. Dan menyebutkan
sesuatu yang menyamai dengan masalah-masalah tersebut dan kemudian
mempraktekkannya, dan sesuatu yang membedai dan yang mendekatinya. Dan
menerangkan mana yang harus diambil dari dua hikum dan perbedaan antara dua
masalah yang bertentangan. Dan tidak boleh mencegah menyebutkan suatu lafadz
dengan malu dari seorang yang lain. Biasanya apabila dia membutuhkan pada hal
tersebut dan belum menyempurnakan penjelasannya kecuali dengan menerangkannya,
apabila lafadz tersebut berupa kinayah (kiasan) maka guru harus memberikan
kesimpulan hukumnya secara sejelas-jelasnya dan tidak menjelaskan dengan cara
menyebutkan tapi cukup dengan kinayah pula.
Demikian juga apabila dalam suatu majelis ada
seorang yang tidak layak dalam menyebutkan lafadz tersebut dengan hadirnya rasa
malu pada dia atau secara samar, maka seorang guru harus membuat kinayah dari
lafadz tersebut atau dengan selainnya oleh karena arti-arti itu perbedaan
keadaan terdapat dalam hadits yang biasanya menjelaskan secara detail dan
kadang juga dengan kinayah yang lain. Dan apabila guru sudah selesai pada
pelajarannya maka tidak apa-apa seorang guru menyodorkan (mengemukakan)
masalah-masalah yang berkaitan dengan hal tersebut atas para santri (murid)
dengan tujuan sebagai ujian (pengetesan) dengan hal tersebut kefahaman mereka
dan hafalan mereka atas semua yang telah dijelaskan. Apabila sudah tampak pada
mereka pelajar yang kuat kefahamannya dengan cara mengulang-ulang jawaban yang
benar maka berterimakasihlah padanya. Dan barang siapa belum faham maka guru
harus menyuruhnya dengan halus untuk mengulanginya. Adapun maksud dengan
memberikan masalah-masalah tersebut sesungguhnya santri ketika mereka
kadang-kadang malu dari ucapannya (murid) maka dia belum faham adakalanya untuk
menghilangkannya dengan membalas pengulangannya kepada guru atau untuk
mempersempit waktu atau karena malu dari orang-orang yang hadir atau agar
mereka tidak tertinggal dengan membaca dari yang lain dengan sebab malu itu.
Oleh karena itu seyogyanya bagi guru untuk
tidak berkata / bertanya kepada murid “ apakah engkau sudah faham ? “ kecuali
apabila tidak bermasalah (aman) dari ucapan guru yaitu jawaban “ ya “ yang
dijawab murid sebelum mereka belum faham. Kemudian apabila tidak aman / membuat
malu bagi murid atau yang lainnya maka janganlah bertanya tentang kepahaman
karena hal itu kadang-kadang guru menanyakannya akan terjadi kebohongan ucapan
murid dengan “ ya “ karena sesuatu yang telah jelas dari beberapa sebab.Tapi
seorang guru hendaknya melontarkan permasalahan kepada murid sebagaimana yang
telah disebutkan.
Apabila seorang guru bertanya kepada murid
tentang kefahaman (faham/belum) dan murid menjawab “ ya “ (sudah faham) maka
jangan memberinya permasalahan yang baru setelah itu, terkecuali jika hal
tersebut menyebabkan siswa malu dengan masalah tersebut karena dengan jelasnya
perbedaan suatu jawaban yang dilontarkan siswa. Dan juga seyogyanya bagi guru
untuk memerintah seorang murid dalam mempelajari pelajaran yang
mencocokinya.Sebagaimana keterangan yang akan datang Insya’ Allah, dan dengan
pengulangan pelajaran setelah selesai menjelaskan sesuatu antara mereka (murid)
dengan tujuan agar tetap pada hati mereka dan meresap padanya kefahaman
pelajaran. Kerena semua hal tersebut mendorong atas kesungguhan pikiran dan
pengokohan badan (jiwa) dalam pencarian yang haq (benar).
KE-ENAM
Meminta terhadap santri untuk senantiasa
mengulangi hafalannya dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti
kaidah-kaidah yang dianggap sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa
hendaknya sang guru senantiasa memberikan informasi yang terkait dengan
pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil yang telah dipelajari. Apabila diantara
mereka memberikan jawaban benar dan tidak takut atau grogi maka berterima
kasilah dan pujilah dihadapan kawan-kawannya agar mereka tergugah semangatnya
untuk mencari tambahan.
Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak
takut unjuk gigi dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat
dengan memberikan iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait
dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa
berterimakasih.Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya
agar siswa faham.
KE-TUJUH
Apabila seorang
murid melakukan sesuatu yang belum waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati
dengan lemah lembut dan ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya
bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang
tetap.” Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi
yang membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan
mengurangi aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari
sesuatu yang dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan
rekomendasi tulisan yang mengacaukan fikirannya. Jika adaseseorang yang
mengajak bermusyawarah kepadanya baik dari segi kefahaman / hafalan dalam
bacaan fak / buku-buku maka jangan berkomentar sesuatu sehingga dia mencobanya
dan mengetahuinya sendiri apabila dia tidak mampu pada akhirnya, maka
komentarilah dengan sederhana terkait dengan bab yang dimaksud. Apabila dia
sudah mampu memahami satu kitab dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang
sesuai dengan kemampuannya, apabila belum jangan dulu, itu semua karena
memindahkan santri kepeda apa yang seharusnya dipindahkan atau menambah
semangatnya sedangkan menunjukkan kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu
pula tidaklah mungkin bagi santri terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran
atau lebih apabila belum menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting
secara berurutan. Apabila diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang
maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa
diharapkan kelayakannya.
KE-DELAPAN
Hendaklah sang guru tidak menampakkan menonjolnya
pelajar dihadapan kawan-kawan lainnya dengan menunjukkan kasih akungnya
perhatiannya padahal mereka sama sifat, umur / pengalaman ilmu agamanya kerana
itu semua menyakitkan hati, akan tetapi jika diantara mereka ada yang semangat
dan bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah keseponanya dan terangkan
kepada mereka bahwa dia memulyakannya karena sebab itu maka tidak
apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan dan menimbulkan sifat seperti itu begitu
pula tidak boleh mendahulukan salah seorang murid dengan giliran yang lain dan
mengahirkan yang lainnya kecuali bila ada masalahnya bisa menambah maslahah
giliran itu, apabila bisa dimaklumi.
KE-SEMBILAN
Hendaklah lemah lembut kepada para santri dan
menyebutkan santri yang tidak hadir, dengan penuh perhatian, mengetahui
nama-nama mereka, nasab, asal dan mendoakan mereka agar mereka senantiasa baik,
mengawasi tingkah laku dan tatakramanya secara dhohir ataupun yang batin, jika
diantara mereka tampak sesuatu yang tidak layak seperti melakukan sesuatu yang
haram atau makruh, kerusakan, malas atau kurang sopan baik kepada guru atau
orang lain, ataupun banyak membicarakan sesuatu yang tidak berfaidah, bergaul
kepada seseorang yang tidak patut digauli maka hendakmya sang guru mencegahnya
dihadapan yang menyebabkan itu dengan mengarahkannya dan tidak menyalahkannya.
Apabila itu semua tidak dapat menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara
rahasia (tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut. Namun apabila hal
itu belum bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa kata-kata
yang lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila masih belum bisa,
maka diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika dia sampai takut sebagian
kawan akrabnya yang akan memojokkannya.
KE-SEPULUH
Seorang guru harus juga membiasakan mengucapkan
salam berbicara yang baik, kasih akung, tolong menolong, berbakti dan bertakwa.
Semua itu sebagaimana peran agama terhadap Allah, dan peran dunia tehadap
hubungan manusia untuk menempurnakan dua kehidupan itu.
KE-SEBELAS
Seorang guru berusaha
untuk senantiasa memperbaiki murid-murid, dengan perhatiannya, membantunya
dengan sekuat tenaga denangan orentasinya atau kemampuan hartanya tampa
terpaksa. Karena Allah SWT senantiasa akan menolong hamba selam hamba itu mau
menolong temannya. Dan barang siapa memenuhi kebutuhan kawannya, maka Allah SWT
pun akan memenuhi semua kebutuhannya. Barang siapa membantu orang yang miskin,
maka Allah akan memudahkan hisab / hitungannya dihari kiyamat, apalagi menolong
orang yang menunutut ilmu.
KE-DUA BELAS
Apabila pelajar tidak masuk lebih dari biasanya
maka hendaknya ditanyai keadannya kepada kawan yang biasa bersamanya apabila
tidak tahu maka mengutus kawannya atau datangilah sendiri, karena itulah yang
lebih utama.
Apabila ternyata dia sakit maka hendaknya dia
dijenguk, apabila dalam keadaan susah maka membantunya, apabila akan
berpergian, maka perhatikanlah siapa yang menemaninya dan bertanya pada kawan
itu dan menanyakan keperluannya dan mengizinkannya dengan iringan do’a.
ketahuilah bahwa santri yang sholeh akan lebih disukai oleh ilmunya, oleh
gurunya dunia akhirat. Dari pada orang kaya dan
kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu ulama’-ulama’ salaf
senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia baik ketika
hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya bermanfaat, dan
zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka itu sudah cukup disis
Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu orang keorang lain kecuali akan
mendapatkan sebagaimana yang telah diterangkan oleh hadits shohih. Dari Nabi
SAW : apabila anak adam meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga
perkara yaitu shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu
mendo’akannya. Ketiga pin diatas ada pada orang yang mengajarkan ilmu (guru).
Adapun
shodaqoh, maka mempelajari ilmu adalah termasuk shodaqoh, tidaklah kau lihat
sabda Nabi SAW tatkala dalam musholla sendirian “barang siapa
bershodaqoh dengan ini (sholat) maka dia akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan
orang yang mengamalkan ilmu akan mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah
lebih utama dari pada solat jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan
akhirat”. Adapun ilmu yang bermanfaat maka jelas karena guru,
menebabkan semuanya itu kepada orang yang mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Adapun do’a anak yang sholeh (do’a yang baik) terbiasa diucapkan oleh orang
yang ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan kepada gurunya.
KE-TIGA BELAS
Rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak
didiknya selam dia yang menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya
dan lemah lembut. Allah berfirman kepada nabinya rendahkanlah lambungmu kepada
orang miskinyang mengikutimu, Nabi juga bersabda sesungguhnya Allah mewahyukan
kepadaku untuk senantiasa tawadhu’ tiada ketawaduan kecuali Allah yang
mengangkatnya.
KE-EMPAT BELAS
Bertutur kata kepada sitiap muridnya apalagi
kepada murid senior dan memanggil dengan nama yang baik dan mengucapkan salam
dan saran apabila bertemu dengannya dan memuliyakannya ketika mereka bertamu
dan bertanya dengan lemah lembut tentang keadaannya dan orang-orang tentang
dekat dengannya setelah menjawab salam, menemuinya dengan muka berseri-seri
bahagia ramah dan penuh kasih akung dan melebihkan hal itu terhadap murid yang
diharapkan kebahagiaannya. Itu semua dipahami dari wasiat Rosulullah SAW
bersabda bahwa manusia mengikuti engkau sekalian dan banyak orang mendatangiku
dari semua penjuru untuk mempelajari agama kita mereka mendatangiku maka
titiplah pesan kepada mereka untuk senantiasa berbuat baik.
BAB VIII
Menerangkan
tentang tatakrama seorang pelajar dengan buku-buku sebagai alatnya ilmu dan
yang berhubungan dengan cara-cara memperolehnya.
Tatakrama tentang penulisan buku, yang memuat lima
macam tatakrama.
PERTAMA
Seyogyanya bagi pelajar (pelajar) berusaha
dalam memperoleh buku-buku yang dibutuhkannya, apabila memungkinkan dengan cara
membeli dan apabila tidak maka dengan cara menyewa atau meminjam karena itu
semua merupakan salah satu alat dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, janganlah
menganggap bahwa menghasilkan buku-buku tersebut dan juga karena banyaknya
koleksi-koleksi buku itu sebagian dari ilmu dan mengumpulkannya akan menambah
kepahaman. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh kebanyakan pelajar pada masa
ini.
Sungguh indah lantunan syair sebagian orang
arab :
¨ Apabila engkau bukan seorang hafal atau
faham, maka koleksi buku-buku engkau tak ada manfaatnya.
¨ Apakah engkau akan berkata dengan orang
bodoh disuatu forum?, sementara ilmu-mu hanya tersimpan rapi di rumah.
Dan jika memungkinkan dalam memperolehnya
dengan cara membeli maka tek perlu repot-repot menyalinnya. Dan tidak sebaiknya
menyibukkan diri sendiri dengan menyalin buku-buku tersebut kecuali hanya karena
ada sesuatu yang menyebabkan kesulitan dalam memperolehnya, juga karena tidak
adanya financial dan upah untuk menyalinnya.
Dan janganlah hanya memperhatikan dalam
bersungguh-sungguh memperbaiki khod (tulisan) kitab tersebut. Dan juga
janganlah meminjam bila memungkinkan untuk membeli atau menyewanya.
KE-DUA
Bagaimana meminjamkan buku kepada orang yang
tidak menyebabkan buku tersebut rusak dalam pinjaman tersebut dari orang yang
membahayakan, dan sebaiknya bagi orang yang dipinjami berterimakasih kepada
orang yang meminjami tersebut. Dan tidak boleh memperlama jangka pinjaman itu
dari pada orang yang dipinjami, selain ada kebutuhan bahkan mengembalikannya
dengan cepat-cepat apabila peminjam memerlukannya. Dan tidak boleh memperbaiki
sesuatu apapun dari kitab tersebut tampa izin pemiliknya dan mengoreksinya.
Dan tak boleh menulis sesuatu apapun pada
lembaran putih (kosong) dipermulaan buku dan juga tak boleh pada akhiran
kitab.kecuali jika pemiliknya merelakannya. Dan tak boleh mencoret-coretnya
dengan tinta hitam dan juga tak boleh meminjamkan pada orang lain. Dan tak
boleh menitipkannya pada orang lain kecuali pada saat dhorurot (terpaksa). Dan
tak boleh menyalinnya tampa seizin pemiliknya.jika pemiliknya mengizinkannya
untuk menyalinnya, maka menyalinnya tersebut pada kertas didalam buku tersebut
atau diatas buku tersebut. Dan tak boleh meletakkan tempat tinta diatas buku
tersebut.
KE-TIGA
Jika kita menyalin dari buku tersebut atau
muthola’ah (membaca ulang) maka janganlah meletakkan dalam tanah dalam keadaan
terbentang (terbuka). Tapi meletakkannya antara dua buku atau antara dua
sesuatu atau juga pada rak-rak buku yang telah diketahui (untuk umum
keberadaannya). Dengan tujuan agar tidak terputus jilidannya (bentuknya) dengan
cepat. Dan jika meletakkannya pada tempat berjajar dirak-rak buku, maka jangan
pada atas atau dibawahnya terdapat kayu atau sesuatu yang lain yang sama. Dan
jangan meletakkannya pada tanah agar tidak menjadi lembab atau basah. Dan jika
meletakkannya pada kayu atau yang lainnya maka penempatannya diatas atau
bawahnya terdapat sesuatu yang dapat membenturinya pada tembok atau yang lain.
Dan menjaga cara meletakkannya dengan menimbang
(memulyakan) ilmu pengetahuan, derajat kemulyaan atau pengarangnya serta
keagungannya, maka meletakkannya lebih mulya dari semuanya, kemudian menjaga
tempatnya, apabila terdapat mushaf (Al-qur’an) menjadikannya paling mulya atas
semuanya.
Dan yang paling utama menjadikan tempatnya
secara tergantung (diatas) yang mempunyai tali (pengikat) pada paku dan senantiasa
membersihkannya pada permukaan tempatnya. Kemudian setelah Al-Qur’an buku
hadist yang mulya, kemudian tafsir Al-Qur’an, tafsir hadits, usuluddin, usul
fiqih, nahwu, shorof, syair-syair arab, arudh.
Dan sebaiknya menulis nama buku tersebut pada
buku tersebut disamping akhir lampiran dari bawah. Dan menjadikan awal-awal
huruf terjemah ini pada penggir kitab yang didalamnya terdapat lafadz basmalah.
Dan adapu faedah terjemah nama kitab tersebut adalah memudahkan untuk
mengetahui buku dan juga mempermudahkan mengeluarkannya dari antara buku-buku.
Dan apabila meletakkan buku jangan
menjadikannya pada pinggir yang dari arah basmalah dan pada permulaan kitab
adalah atas.dan juga meletakkanya pada sesuatu yang terputus yang besar diatas
sesuatu yang terputus yang kecil.
Dan jangan menjadikan (tempat) almari buku
digudang atau ditempat yang lain seperti gudang. Dan juga menjadikannya sebagai
bantal atau kipas. Dan jangan membatasinya dengan tongkat (kayu) atau sesuatu
yang kering (keras) tetapi harus dengan kertas dan jangan melipat pada
pinggirnya (pojoknya) lembaran atau melipatnya pada dua sisinya.
KE-EMPAT
Apabila meminjam sebuah buku atau membelinya
maka telitilah dahulu pada awalnya, akhirnya, dan tengahnya dan urut-urutannya
pada setiap babnya dan halaman atau lembarnya.
KE-LIMA
Apabila menyalin sesuatu berupa ilmu
pengetahuan syari’at maka sebaiknya dalam keadaan suci dan menghadap kiblat.
Suci badan dan pakaiannya dan juga dengan tinta yang suci. Dan memulainya
(menulis) dengan tulisan basmalah. Dan apabila dalam buku dimulai dengan
sambutan yang memmmuat pujian kepada Allah SWT. Dan sholawat Nabi SAW.penulisan
semua itu setelah basmalah. Dan demikian juga pada akhir kitab dan setiap akhir
dari bagian buku dan setelah menulis sesuatu pada akhir bagian pertama (juz 1)
atau bagian kedua seumpamanya, menulisnya kemudian membacanya. Demikian juga
apabila buku belum lengkap penulisannya. Kemudian menulisnya apabila telah
lengkap (sempurna), maka sempurnakanlah buku fulan (buku ini). Dan didalam itu
terdapat faidah-faidah yang banyak. Dan dimakruhkan pada contoh kalimat
Abdullah atau Abdurrohman ibn fulan dan setiap nama yang dimudofkan
(disandarkan) pada lafadz Allah dan kata ibn fulan pada awalnya akhir. Tetapi
sebagian ulama’ mewajibkan menjahui hal-hal tersebut.
Dan juga dimakruhkan pada penulisan Rosulullah,
apabila ditulis dengan lafadz Rosul awal dan lafadz Allah pada akhir pada
awalnyalafadz Rosul. Demikian juga semua sesuatu yang sama seperti itu dan
sesuatu yang penting (sesuatu yang disangka) jelek/buruk seperti bisa menulis
pembunuh dari pembunuh ibn sofiyah dineraka pada akhir baris dan ibn sofi’yah
finnari (dineraka) pada awalnya atau menulis (faqoola) dari (qouluhu) di hadist
(syaribul khomri ) maka menulisnya (faqoola umar akhor).
Dan tidak dimakruhkan memisah 2 idhofah apabila
tidak terdapat contoh seperti tersebut. Seperti (subhanallah) tetapi
mengumpulkannya pada permulaan baris. Dan ketika dalam penulisan nama Allah SWT
haruslah mengikuti setelahnya dengan pengagungan seperti
(ta’ala
) atau (subhanahu )dan (wata’ala ) atau (azza wajalla) atau (tabaro’
wa ta’ala) atau (jalla dzikruhu ) atau (tabaro’ka ismuhu ) atau
(kholaqo izmati ) atau yang sesamanya. Dan ketika menulis nama Nabi SAW
maka menulis setelah lafadz tersebut dengan (assolatu was salaamu alaihi )
karena telah berlaku kebiasaan ulama’ salaf dan khalaf penulisan (SAW)
tersebut.karena seakan-akan hal tersebut mencocoki firman Allah SWT (solluu
alaihi wa sallimuu tasliiman ) .
Dan tidak boleh meringkas sholawat dalam hal
penulisannya walaupun sholawat tersebut tertulis secara berulang kali, seperti
yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dihalangi dari kalimat Allah maka
mereka menulisnya dengan maka semuanya
itu tak layak dengan haq (SAW). Dan apabila berlaku dengan penyebutan nama para
sahabat maka menulisnya dengan apabila itu merupakan anak sahabat tersebut,
maka menulisnya.
Dan apabila berlaku dalam penulisannya nama
dari salah satu ulama’ salaf yang terpilih dan para ulama’ yang mulia maka cara
mengerjakan menulisnya seperti hal tersebut diatas, dengan cara menulisnya dan
apalagi bagi para imam-imam / pemimpin-pemimpin yang agung dan para penunjuk
agama islam.
Cara penulisan semua itu apabila penulisan
tersebut belum terdapat (belum tertulis) tulisannya pada awal mula yang
dipindah dari asal tersebut, kerena sesungguhnya semua ini bukanlah suatu
riwayat tetapi merupakan sebuah do’a. dan seyogyanya bagi pembaca untuk untuk
membacanya setiap sesuatu yang telah disebutkan walaupun sesuatu itu belum
disebutkan diasal mula yang terbaca dari buku tersebut. Dan janganlah bosan
untuk mengulang-ulang karena sesungguhnya pada semua ini terdapat kebaikan yang
besar dan keutamaan yang besar pula.
Sempurnalah kitab yang diberinama “Adabul
‘Alimu Wal Muta’alim” dan bertepatan dengan penyelesaiannya dan pengumpulannya
pada saat pagi hari, hari ahad pada tanggal 22 jumadil at-tsani tahun 1343 H.
tuannya para utusan, tuan kita Muhammad SAW, bagi para keluarga dan syahabat
semuanya dan pujian semata-mata hanya bagi Allah SWT yang menuhani seluruh
jagat raya dan Allah maha suci dan Agung lebih tahu yang benar, dan hanya kepadanya
tempat pulang dan kembali.
Refleksi pada bab ini saya belum bisa melakukanya karena
belum menjadi ustad atau guru cuman jika saya telah menjadi ustad atau pengajar
saya akan berusaha melakukan yang telah di perintahkan dan menjaga adab yang
baik terhadap muridnya.
Bagian selanjutnya yaitu resensi kitab ini :
Resensi menurut
pengetahuan saya
Latar belakang : pengarang membuat kitab
ini kalau menurut saya karena pentingnya akhlaq dalam kedidupan atau adap dalam
khidupan ini sehinggu dibuat kitab tentang ahlaq pelajar dengan pengajar
sehingga dapat membuat keharmonisan dalam belajar.
Judul buku : menurut saya sudah
sangat relavan pada zaman sekarang harus mengedepankan ahlaq yang baik dan
kehebatan pengarang kitab yaitu K.H Hasyim Asyari yang ahlaqnya begitu agung
karena mampu menyiptakan konsep yang baik dalam ahlaq antara guru dan murid (
pelajar dan pengajar ).
Kekurangan : dalam kitab ini menurut
saya belum ada kekurangan karena masih bisa relavan dilakukan oleh santri pada
saat ini.
Kelebihan : sangat bagus karena
mempelajari ahlaq yang mana kalau orang tidak memiliki ahlaq yang baik walau
dia punya ilmu yang tinggi tetap rendah di hadapan Allah Subhanahu wataala
maupun di hadapan manusia.
Kritik : dalam pengajian terlalu
cepat sehingga saya yang masih awam akan tertinggal dalam pengapsahan kitab
tresebut.
Saran : agar waktu dalam
mempelajari kitab ini lebih panjang karena mengajarkan tentang ahlaq pelajar
dan pengajar itu penting dalam proses pembelajaran.