SELAMAT BERKUNJUNG DIBLOK INI

Loading...
Friday, May 16, 2014

“ BUNGA ” DARI ABAH


Kang Adin ditimbali Abah ” serentak aku terbangun, seakan aku baru bangun dari tidur yang lama, mata terbelalak kearah jam dinding, tersenyum aku dalam sadarku “, ya Alloh sudah jam 8 siang”, aku beranjak dari tempat tidurku, tak pikir lama-lama aku bergegas menuju ndalem Abah. di ndalem Abah aku disuruh memijat badan beliau Abah Yai, dengan rasa ta’dzim dan penuh keiklasan aku kerjakan apa yang diperintahkan Abah yaitu memijat badannya,
 Din, kalau semisal aku tertidur, kamu tinggal saja “. Seru Abah.

 “ nggih Bah “
 aku bergegas mendekat Abah, dan memulai memijit Abah. Waktu terasa begitu lama, tapi aku tetap saja memijit badan Abah, hingga Abah tertidur lelap dalam pijitanku. Seperti apa yang dikatakan Abah, setelah Abah tertidur dalam pijitanku, Aku pelan-pelan keluar dari ndalem Abah dan bergegas menuju kekamar.
***
Siangpun meredup  seakan merunduk malu pada malam, seperti biasanya aku mengaji kitab, walau kelasku tingkatannya paling rendah di pondok, yaitu kelas idady, tapi aku tetap semangat menimba ilmu dipondok ini, setelah ngaji kitab, aku memulai kebiasaanku yaitu membaca Al-Quran hingga awal adzan subuh, ku gelar sajadahku, untuk menunaikan ibadah sholat subuh, selesai sholat aku lanjutkan berdzikir hingga kantuk membunuhku,esok harinya aku terbangun agak siang sekitar jam sepuluh,mungkinkarenaakutidaktidurmalamharinya, hari ini berbeda dengan hari biasanya, aku tidak disuruh Abah untuk memijit, situasi ini tidak aku sia-siakan, aku lakukan aktifitasku menghafal bait-bait jurmiyah jawan, mungkin karena memang bait-bait jurmiyah jawan diwajibkan untuk dihafal oleh setiap santri, khususnya kelas idady, ku gelar sajadahku di depan pintu masjid, tepatnya menghadap taman masjid, ku buka kitabnya, dan mulai ku lantunkan bait-baitnya, tak selang lama aku menghafal bait jurmiyah jawan, datang sebuah mobil Mitsubitsi berwarna putih, berplatkan AB, masuk diparkiran pondok, tapi hal ini sudah biasa, karena mungkin itu mobil walisantri yang mau menjenguk anaknya atau santri yang datang dari rumahnya, tak selang lama pintu mobilnya terbuka, sesosok gadis seumuranku turun dari mobil, dan ternyata itu  “ Ning Alif ”,yang  mondok di Kudus untuk mendalami Al-Quran, tak sadar mata ini terbelalak tak berani menatap sorotan mata yang tajam bagai pisau.
***
 Aku jalani hariku seperti biasanya, tepatnya jam delapan siang disaat aku menghafal bait-bait jurmiyah jawan, tiba-tiba lantunanku tersendat terhenti tatkala langkah lembut menghampiriku diserambi masjid tempat yang sering aku gunakan untuk menghafal bait jurmiyah jawan, yang ternyata Ning Alif bersama Gus Izudin yang masih berumur sekiter lima tahunan, Ning Alif  menuntun Gus Izudin mengitari Pondok, pas didepanku  duduk, Nig Alif tersenyum manis didepanku, tiba-tiba aku dikagetkan oleh Kang Akhmad teman sekamarku,
 “ kang ditimbali Abah “.
 “ nggih “
sambil bergegas menuju ndalem Abah, seperti biasanya aku disuruh memijit, akupun tak pernah menolak, karena mungkin ini awal untuk mendapatkan barokah ilmu Abah.
***
Hari pun berganti, seperti biasanya aku duduk diserambi masjid, tapi kali ini bukan untuk  menghafal bait jurmiyah jawan melainkan untuk memikirkan wanita bermata pisau, yang kini sering menghantui aktifitasku, dan otakpun serentak berfikir  bagai mana cara memiliki hati wanita tersebut, Ning Alif….., sayang dia adalah anak dari Abah yai, orang yang sangat ku segani di Pondok ini. Aku bertekad akan mengutarakan isi hatiku pada Abah tentang Ning Alif. Aku ketuk pintu ndalem abah yang terbuat dari kayu jati sehingga terdengar keras, tak lama Ning Alif membukakan pintu, seperti apa yang aku harapkan senyumannya nampak lagi, apakah ini bertanda dia juga memiliki perasaan yang sama seperti diriku,
” Ning, Abah dimana ? “
“ itu kang di tempat peristirahatan tamu, mau mijit abah lagi yah..” seru Ning Alif dengan senyuman khasnya.
“ nggih Ning, permisi…” jawabku dengan nada terbata-bata. Disela pijitanku, aku memberanikan diriku mengutarakan perasaanku pada Abah,
“ Bah semisal aku selesai menimba ilmu disini, bolehkah aku memiliki bunga Abah yang sangat Abah sayangi “
Aku utarakan perasaan ini dengan rasa sangat takut, takut kalau Abah marah padaku, tiba-tiba Abah tersenyum seakan tahu apa yang aku maksud,
“ya, Abah akan sangat senang sekali dan meridhoimu dalam hal menimba ilmu disini dan perkara lain yang  berguna untuk kehidupanmu kelak ”
Dengan wajah sumirat dan senyum lebar aku berterimakasih pada Abah
“ matur nuwun Bah “
“ ya,,ayuk dilanjutkan dulu cung, pijitannya ” sahut Abah
Aku melanjutkannya hingga Abah tertidur dalam pijitanku.
***
Waktu berjalan dengan sendirinya, bagai roda yang terus berputar, hari yang aku nantikan sudah hampir selesai menimba ilmu di Pondok ini tepatnya dikelas tahtim, ku tagih janjiku pada Abah, akan memiliki bunga yang sangat Abah sayangi, Abah pun menepati janjinya, tapi ternyata tidak seperti apa yang aku impikan selama ini, tak aku sangka kalau Abah akan menikahkanku dengan santri kesayangannya Abah, bukan dengan Ning Alif, seperti apa yang aku harapkan. Aku menghela nafas panjang kumenahan ledakan tangis, tak aku sangka penafsiranku selama ini salah, akan Abah, bukan Ning yang aku dapatkan melainkan santri kesayangan Abah,  dan jawaban ini membuat aku sadar bahwa Ning hanya cocok untuk  Gus.  Hemm…..selama ini aku hanya mimpi untuk memperolehnya. bagai Pungguk merindukan rembulan...
            Namun tak surut semangatku, tak rapuh hatiku. dengan berusaha tegar ditengah perihnyu luka, hati ini masih mampu optimis dan berhusnudhon kepada Allah, dengan penuh keyakinan aku mantabkan hati ini untuk menerima bunga pemberian Abah itu, yakin dalam hati bahwa keputusanku ini yang terbaik, karena pastinya inilah jalan yang terbaik yang Allah berikan kepadaku.


 
TOP

TERIMA KASIH BERKUNJUNG DIBLOK INI