Abah
Najib Mamba’ul ‘Ulum adalah pengasuh pondok pesantren Al-Luqmaniyyah yang lahir
pada tanggal 5 januari 1971, dari pasangan Romo KH Salimi dan Ibu Nyai Bunyanah. Semenjak kecil beliau
sudah dididik keras dalam urusan Agama oleh Romo KH. Salimi. Beliau mengenyam
pendidikan formal hanya sampai SD, bahkan ijasahnya pun tidak diambil.
Setelah
lulus SD Abah Najib Mamba’ul ‘Ulum berangkat nyantri ke Pondok Pesantren Asrama
Perguruan Islam (API) Tegalrejo. Pada waktu itu Pondok Pesantren API diasuh
oleh Romo KH. Abdurrahman Chudori setelah wafatnya Romo KH. Chudori yang
merupakan pendiri Pondok Pesantren API Tegalrejo. Abah Najib Mamba’ul ‘Ulum
nyantri di Pondok Pesantren API Tegalrejo selama kurang lebih lima belas tahun.
Semenjak
nyantri di Tegalrejo beliau sudah gemar riyadloh (tirakat) diantaranya beliau
melaksanakan puasa senin kamis, jamaah, puasa daud, ngrowot dan lain
sebagainya. Dan bahkan Abah Najib melaksanakan ngrowot sampai akhir hayat beliau. Beliau termasuk santri kinasih (kesayanagan) Romo
KH. Abdurrahman Chudori. Walaupun demikian beliau tidak lantas sakpenakke dewe
(berkehendak semaunya), beliau tetap tekun belajar dan menaati semua peraturan-peraturan
Pondok Pesantren yang berlaku.
Setelah
boyong dari Pondok Pesantren API Tegalrejo, beliau mempersunting Ibu Nyai Hj.
Siti Chamnah Najib putri dari Romo KH. Chudlori Abdul Aziz Pengasuh Pondok
Pesantren Al-Anwar Ngrukem Bantu Yogyakarta. Dari pernikahan tersebut beliau
dikaruniai dua orang putra yang ganteng-ganteng dan satu orang putri yang
cantik dan imut. Putra pertama beliau diberi nama Gus Muhammad Abdullah Falah,
putra yang ke dua diberi nama Gus Muhammad Alwi Masduq dan yang terakhir adalah
neng ‘Abdah iqtada.
Abah
Najib diberi amanah oleh ayahanda beliau yaitu Romo KH. Salimi untuk mengasuh
sebuah Pondok Pesantren yang terletak ditengah kota Yogyakarta yaitu di jl. Babaran
Gg. Cemani 759 P/UH V Kalangan Umbulharjo 55161. Pondok Pesantren itu di beri
nama Al-Luqmaniyyah karena dinisbatkan pada muassisnya (pendiri) yang bernama
Bapak H. Luqman Jamal Hasibuan. Bapak H. Luqman Jamal Hasibuan mendirikan
Pondok Pesantren tersebut atas rasa syukur yang telah diberikan oleh Allah
berupa kesembuhan dari penyakit yang diderita beliau melalui lantaran Romo KH.
Salimi, karena sudah berbagai pengobatan yang beliau lakukan tidak kunjung
sembuh. Bapak H. Luqman Jamal Hasibuan memasrahkan pondok tersebut kepada Romo
KH. Salimi untuk menjadi pengasuh, namun
karena beliau telah mempunyai Pondok Pesantren sendiri yaitu Pondok Pesantren As-Salimiyyah
yang terletak di Cambahan Mlangi Sleman Yogyakarta, maka beliau mengamanahkan
Pondok Pesantren Al-luqmaniyyah tersebut kepada Abah Najib Mamba’ul ‘Ulum untuk
menjadi pengasuh. Pondok Pesantren Al-Luqmaniyyah diresmikan oleh Romo KH.
Salimi pada tanggal 9 februari 2000.
Dalam
mengajar, beliau memiliki metode-metode yang berbeda disetiap tingkatan
santrinya. Awalnya basic Pondok Pesantren Al-Luqmaniyyah itu tentang fikih tapi karena ada
kendala tentang mata pelajaran alat (nahwu) , lalu akhirnya nahwu yang lebih di tekankan dan
menjadi basic pesantren sampai saat ini. Metode yang dipakai beliau setiap
pelajaraan berbeda-beda dari I’dady sampai Tahtim. Metode yang digunakan kelas
Alfiyah yaitu semua santri wajib belajar, presentasi (yang tidak presentasi
juga wajib belajar karena akan ditunjuk) dan runtut, sedangkan yang selain
kelas Alfiyah yaitu dengan diberi PR dan metodenya tidak runtut. Dapat diambil
pelajaran di sini bahwa beliau sangat mementingkan proses belajar
santri-santrinya.
Selain belajar,
Abah Najib juga mendidik para santri agar melakukan riyadloh (tirakat). Beliau menyusruh para santri yang baru masuk pada
saat sowan untuk tirakat seperti disuruh puasa senin kamis, membaca al-Qur an
sehari satu juz, ngrowot, ziarah, jamaah lima waktu dan lain sebagainya sesuai
kemampuan para santri. Hal ini beliau lakukan agar kelak para santri
mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan barokah. Meskipun Pondok Pesantren
Al-Luqmaniyyah menekankan agar santrinya melakukan tirakat tapi proses
pendidikan juga sangat diperhatikan oleh beliau. Beliau selalu mengabsen santri-santrinya
satu-persatu, sehingga antara tirakat dan pendidikan sejalan. Untuk beliau,
yang penting proses belajarnya.
Ciri khas dari beliau Abah Najib adalah
menganggap ngaji itu penting, tidak mudah meninggalkan mengajar dalam kelas.
Apabila tidak bisa mengajar, beliau pasti sudah menyiapkan badal (pengganti)
untuk mengajar. Dalam memberi hukuman kepada para santri, setidaknya beliau
memarahi kalau tidak ngaji, dan di sesuaikan tingkat pelanggaran santri,
semisal ngantuk dalam kelas biasanya akan dilempar dengan penghapus atau
sepidol.
Dalam mendidik santrinya, beliau
menyuruhnya riyadoh, dapat menempatkan pada kehidupan sosial, dan peka terhadap
lingkungan sekitar. Beliau sangat paham dengan santrinya meskipun santri tidak
mengetahuinya. Kepekaan batiniah beliau lebih kuat daripada lahiriahnya. Beliau
ingin mencetak santri yang tahan banting supaya dalam masyarakat dapat menempatkan
dirinya dan tidak mudah terpengaruh.
Beliau juga tidak menginginkan kesuksesan santri itu secara instan. Berbeda
lagi ketika beliau mendidik putra-putrinya dan masyarakat. Ketika mendidik
putra-putrinya kadang keras, kadang sangat dengan kasih sayang (menuruti apa
yang mereka inginkan kemudian diberi nasehat). Tuntutan mengaji tetap ada tapi
tidak sekeras kepada santrinya.
Sedangkan
dalam masyarakat, beliau memberi bantuan solusi dan ikut andil di dalamnya. Bagi
mereka yang sedang punya masalah, seperti apabila ada seseorang yang bertamu
dan mengungkapkan kalau dia tidak mempunyai pekerjaan lalu beliau memeberi
modal kepada tamu tersebut. Beliau memberi kasih sayang yang lebih dan yang
penting tamu merasa terayomi.
Ada banyak
riyadloh yang Abah Najib laksanakan sampai akhir hayat beliau, setidaknya ada minimal
lima bentuk riyadloh yang terlihat secara kasat mata. Pertama keistiqomahan
beliau dalam segala hal terutama dalam hal ibadah. Diceritakan bahwa Abah Najib
tidak pernah meninggalkan majelis pengajian jamaah malem selasa meskipun dalam
keadaan apapun. Beliau rela pulang hanya satu hari dari Kalimantan dalam acara
Muktamar NU seluruh Indonesia dan kembali lagi kesana demi menghadiri rutinan
majelis pengajian jamaah malem selasa.
Riyadloh
Kedua yang beliau lakukan ialah setiap malam beliau tidak pernah sare (tidur)
sampai fajar tiba. Beliau selalu menerima tamu untuk mengobrol dan diskusi hingga
fajar. Ketiga beliau selalu memulyakan dan menghormati tamu yang berkunjung
pada beliau tanpa membeda-bedakannya, bahkan setiap tamu selalu di suruh untuk
dahar (makan). Keempat beliau selalu ziarah ke makam-makam Auliya’ pada
hari-hari tertentu dan mengajak sebagian jamaah untuk ikut dengan beliau. Dan
yang terakhir Abah Najib masih ngrowot (tidak makan nasi) sampai akhir hayat
beliau.
Ada
empat wasiat yang Abah Najib sampaikan sebelum beliau kembali ke Rahmat Allah. Pertama,
penerus pengasuh Pondok Pesantren Al-Luqmaniyyah adalah putra pertama beliau yaitu Gus
Muhammad Abdullah Falah dibantu oleh keluarga. Pada waktu itu Gus Muhammad
Abdullah Falah baru berusia sebelas tahun (kelas lima SD). Karena belum
memungkinkan menjadi pengasuh, maka pengasuh Pondok Pesantren Al-Luqmaniyyah
sekarang di pegang oleh Ibu Nyai Hj. Siti Chamnah Najib di bantu oleh keluarga.
Kedua,
teruskan dan istiqomahkan majelis pengajian jamaah malem selasa. Sekarang pengajian
malem selasa tersebut dipimpin oleh Kyai Nasihin dan Kyai Nur Charis. Beliau berdua
merupakan kakak dan adik dari Al-Marhum Al-Magfurlah KH. Najib mamba’ul
‘Ulumalhamdulilah juga dibantu oleh Romo KH. Chudlori Abdul Aziz yang merupakan
moro sepah beliau (mertua beliau).
Majelis pengajian jamaah malem selasa tersebut alhamdulilah masih
diistiqomahkan sampai sekarang dan insya Allah akan terus diistiqomahkan
seperti pesan wasiat beliau.
Wasiat
yang ketiga ialah santri-santri Pondok Pesantren Al-Luqmaniyyah harus
meneruskan kegiatan pesantren seperti biasa. Dan wasiat yang terakhir beliau
adalah teruskan dan istiqomahkan kegiatan rutinan maupun awrod (wirid-wirid)
yang sudah dirintis dan dijalankan. Itulah empat wasiat yang disampaikan beliau
pada saat beliau dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyyah Yogyakarta.
Abah Najib Mamba’ul
‘Ulum mengalami musibah kecelakaan di Kabupaten Kudus pada waktu ziarah
Waliyullah ke Jawa Tengah. Beliau dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyyah
Yogyakarta selama empat hari. Dan beliau kembali ke Rahmat Allah setelah
melaksanakan oprasi pada mustoko (kepala) beliau. Abah Najib Mamba’ul ‘Ulum wafat
pada tanggal 30 September 2011 / 2 Dzulqo’dah 1432 H. Semua keluarga, santri, jamaah
dan tamu tidak menyangka beliau akan secepat itu dipanggil Allah karena setelah
dioperasi beliau terlihat segar, bugar dan sehat, bahkan beliau sampai
menghabiskan satu setengah buah apel dan beliau juga meminta rokok. Namun karena
ruangan berAC maka beliau urungkan niat beliau untuk merokok. Dan beliau juga sempat
memeluk Gus Falah dan Gus Masduq di samping kanan dan kiri beliau.
Beliau
Al-Marhum Al-Magfurlah Abah Najib Mamba’ul ‘Ulum dimakamkan di komplek
pemakaman Mlangi Kabupaten Sleman Yogyakarta. Semoga beliau diberikan tempat
yang paling baik disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan semoga kami semua warga
Pondok Pesantren Al-Luqmaniyyah diberi kekuatan dan keistiqomahan oleh Allah
dalam melaksanakan wasiat beliau Abah Najib Mamba’ul ‘Ulum. Amien Amien Ya
Robbal ‘Alamien.
NB:
Apabla terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam memaparkan profil
beliau Abah Najib Mamba’ul ‘Ulum kami mohon dengan sangat saran dan masukan
dari semua pihak sekian dan terimakasih.
sumber : buku ziarah 2014